GENDER DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah Pendekatan Studi Islam
Dosen Pengampu :
DR. Iman Nafi’ah, M.Ag
Disusun oleh:
HISYAM NUR
(5059300032)
PASCASARJANA STAIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
CIREBON
2009
KATA PENGANTAR
Assalmu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur hanyalah milik Allah Rabbul Ghafur Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengasi, karena dengan rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan tugas makalah yang sangat sederhana ini. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad Saw kepada keluarganya para sahabatnya dan kepada kita semua umatnya.
Dalam makalah ini kami ingin memaparkan kajian tentang “Gender Dalam Pandangan Al-Qur’an” sebagaitugas dari mata kuliah Pendekatan Studi Islam dengan dosen pengampu Bapak.DR. Ilman Nafi’ah, M.Ag .
Dan untuk selebihnya, kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan atau dalam penjelasan. Khususnya kapada Bapak Bapak.DR. Ilman Nafi’ah, M.Ag. dan juga kami berharap semoga makalah ini bisa berguna dan bermanfaat bagi kita semua umumnya dan bagi kami khususnya. Amiin yaa rabbal ‘alamin.
Cirebon, Oktober 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………....i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan Makalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Gender 2
B. Teori-teori Gender 3
C. Identitas Gender dalam Al-Qur’an 6
BAB III PENUTUP 9
Kesimpulan 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi informasi telah menyebarkan pengaruhnya keseluruh belahan bumi, termasuk Indonesia. Lebih dari itu, bahkan informasi itu bias diakses keruang sempit dan prifat sekalipun seperti dikamar tidur kita misalnya telivisi. Melalui media ini permisa dapat mengakses informasi apapun yang terjadi di dunia in tampa mengenal batas. Bahkan masuk ke tempat-tempat tertentu yang dulu tak perna kita vayangkan. Ia bahkan juga telah masuk ke dunia pesantren. Sebuah institusi pendidika agama yang cukup tua di Indonesia yang dulu dianggap sacral dan tertutup dengan informasi global.
Salah-satu isu dan informasi yang digulirkan oleh globalisasai adalah apa yang dikenal dengan gerakan feminisme atau gerakan jender yang cukup menyentakan dan mungkin juga mengganggu nilai-nilai tradiosi dan Agama yang mapan dan sudah menjadi bagian keyakinan masyarakat, khususnya masyarakat Islam. Tak pelak hal ini memaksa kita untuk memikir ulang dan memeriksa kembali teks-teks keagamaan yang menjadi pegangan dalam bertindak, bersikap dan berkarya. Sebab dari teks-teks inilah kita terbiasa mendasarkan segalah sesuatunya.
Dengan melihat latar belakang masalah diatas maka pemakalah akan mencoba merumuskan masalah yaitu sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gender ?
2. Apa teori-teori gender ?
3. Bagaimana identitas gender didalam Al-Qur’an ?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperoleh data tentang :
1. Pengertian gender
2. Teori-teori gender
3. Identitas gender didalam Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex & Gender: an Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men). Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminin is a component of gender).
H. T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan. Agak sejalan dengan pendapat yang dikutip Showalter yang mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai konsep analisa dalam mana kita dapat menggunakannya untuk menjelaskan sesuatu (Gender is an analityc concept whose meanings we work to elucidate, and a subject matter we proceed to study as we try to define it).
Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan istilah “jender”. Jender diartikan sebagai “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan”.
Dalam redaksi yang lin juga dikatakan bahwa Gender adalah perbedaan sosial antar laiki-laki dan perempuan yang dititik perankan pada perilaku, fungsi dan peranan masing-masing yang ditentukan oleh kebiasaan masyarakat dimana ia berada atau konsep yang digunakan untuk megidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya.
Pengertian ini memberi petunjuk bahwa hal yang terkait dengan gender adalah sebuah kontruksi sosial. Singkat kata, gender adalah interprestasui budaya terhadap perbedaan jenis kelamin. Sedangkan kodrat adalah segalah sesuatu yang ada pada laki-laki dan perempuan yang sudah ditetapkan oleh Allah dan manusia tidak dapat menguibah dan menolaknya.
Dari pengertian itu tampak perbedaan antara keduanya, yakni gender ditentukan oleh masyarakat, berubah dari waktu ke waktu sesuai perkembangan yang mempengaruhi nilai dan norma-norma masyarakat dan memiliki perbedaan-perbedaan bentuk antar satu masyarakat dengan masyarakat lain.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.
B. Teori-teori Gender
a. feminisme Liberal
Aliran ini muncul sebagai kritik terhadap politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, bersamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendeskriminasikan perempuan. Dalam mendefinisikan masalah kaum perempuan, mereka tidak melihat struktur dan sistem sebagai pokok persoalan.
Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa semua manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan semestinya tidak terjadi penindasan antara yang satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, kelompok ini tetap menolak persamaan secara menyeluruh antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa hal terutama yang berhubungan dengan fungsi reproduksi aliran ini masi tetap memandang perlu adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam tradisi feminisme liberal penyebab penindasan wanita dikenal sebagai kurangnya kesempatan dan pendidikan mereka secara individual atau kelompok karena itu cara pemecahan untuk mengubahnya adalah menambah kesempatan-kesempatan bagi wanita, terutama melalui institusi-institusi pendidikan dan ekonomi. Landasan sosial bagi teori ini muncul selama revolusi prancis dan masa pencerahan di eropa barat.
b. feminisme Radikal
Aliran ini menganggap bahwa penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki seperti hubungan seksual, adalah bentuk dari penindasan terhadap kaum perempuan. Bagi mereka, patriarki adalah dasar dari idiologi penindasan yang merupakan sisitem hirarki seksual, dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan previlige ekonomi. Menurut kelompok ini perempuan tidak harus tergantung kepada laki-laki bukan saja dalam hal pemenuhan kebendaan tetapi juga pemenuhan kebutuhan seksual perempuan dapat merasakan kehangatan, kemesraaan, dan kepuasaan seksual kepada sesama perempuan, didalam beberapa presfektif feminisme radikal digambarkan bahwa wanita ditindas oleh sistim-sistim sosial patriarkis, yakni penindasan-penindasan yang paling mendasar, penindasan yang paling mendasar seperti eksploitasi jasmaniyah, eteroseksisme dan kelas-isme . agar wanita terbebas dari penindasan maka menutut teori ini harus diadakan perubahan pada masyarakat yang berstruktur pada patriarkis.
c. feminisme Markis
Kelompok ini menolak keyakinan kaum feminis radikal yang menyatakan aspek biologis sebagai perbedaan gender. Bagi mereka penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dan melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antar kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam. Aliran ini menolak anggapan teradisional dan para teolog bahwa setatus perempuan lebih renda daripada laki-laki karena factor biologis dan latar belakang sejarah. Agak mirip dengan teori konflik. Kelompok ini menganggap posisi inferior perempuan berkaitan dengan setruktur kelas dan keluarga dalam masyarakat kapitalis.
d. Feminisme sosialis
Aliran ini melakukan sintesis antara metode histories materialis marks dan engles dengan gagasan personal ispolitikal dari kaum feminis radikal. Feminis sosialis berpendapat bahwa ketimpangan gender didalam masyarakat adalah akibat penerapan sistem kapitalis yang mendukung terjadinya tenaga kerja tampa upah bagi perempuan didalam rumah tangga. Bagi feminis sosialis ketidak adilan bukan akibat dari perbedaan biologis laki-laki dan perempuan tetapi lebih karena penilaian dan anggapan (social kontruktion) terhadap perbedaan itu. Ketidakadilan juga bukan karena kegiatan produksi atau reproduksi dalam masyarakat, melainkan karena manispestasi ketidak adilan gender yang merupakan konstruksi social. Oleh karena itu yang mereka perangi adalah konstruksi, fisi dan idiologi masyarakat serta struktur dan sistim yang tidak adil yang dibangun atas bias gender. Mereka juga memiliki pandangan bahw apenindasan terhadap perempuan terjadi dikelas manapun, bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikan posisi kaum perempuan. Atas dasar itulah mereka menolak visi markis klasik yang meletakan eksploitasi ekonomi sebagai dasar penindasan gender. Sebaliknya, feminisme tampa kesadaran kelas juga menimbulkan masalah. Oleh karena itu analisis patriarkki perlu dikawinkan dengan analisis kelas. Dikalangan feminis sosialis, baik patriarki maupun kelas, dianggap sebagai sumber penindasan utama.
Berbagai macam teori feminisme diatas menunjukan bahwa para feminis memiliki presfektif yang berbeda-beda dalam memandang kedudukan dan kondisi perempuan. Namun dari sekian banyak perbedaan itu, terdapat satu hal yang menjadi titik persamaan. Semua gerakan feminisme memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu menuntut hubungan yang adil dan setara natara laki-laki dan perempuan. Ketidak adilan yang bersumber dari perbedaan gender yang selama ini menimpa perempuan diupayakan untuk dihilangkan.
C. Identitas Gender dalam Al-Qur’an
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa identitas gender adalah kekhususan yang melekat pada anak berdasarkan alat kelaminnya seperti anak yang memiliki penis kemudian diberi pakaian dengan motiv dan bentuk sebagaimana layaknya laki-laki, demikian juga yang memiliki vagina. Namuan yang dimaksud disini adalah nama-nama atau symbol-simbol yang sering digunakan Al-Qur’an dalam mengungkapkan jenis kelamin seseorang. Identitas jender dalam Al-Qur’an dapat dipahami melalui simbol yang dikenal dengan istilah sighot mudzakar dan muannas. Adapaun istilah-istilah yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
Ar-Rajul
Secara etimologis, kata ini mengandung beberapa arti mengikat, berjalan kaki, telapak kaki, tumbuh-tumguhan dan laki-laki. Kata ini biasanya digunakan untuk menunjuk laki-laki yang sudah dewasa (sudah akil balig). Dalam penggunaannya, kata ini tidak hanya mengacu pada jenis kelamin biologis tetapi juga laki-laki yang memenuhi kwalifikasi budaya tertentu seperti kejantanan. Oleh karena itu, perempuan yang memiliki sifat-sifat kejantanan disebut rajlah, kata ar-Rajul tidak digunakan untuk spesies selain manusia.
Dalam Al-Qur’an, kata ini disebut 55 kali dengan pengertian yang berbeda-beda yakni: (1) gender laki-laki dalam Qur’an surat Al-Baqoroh (2:282). Termasuk dalam pengertian ini adalah Qur’an Surat An-Nisa (4:234) yang biasanya digunakan utuk menolak kepemimpinan perempuan diruang publik. (2) orang, baik laki-laki maupun perempuan Qur’an Surat Al-A’raf (7:46), (3) Nabi atau Rasul dalam Q.S. Al-Ambiyah (21:7), (4) Tokoh masyarakat dalam Q.S. Yasin (36:20) (5) Budak dalam Q.S. Azzumar (39:29).
Lawan kata dari Ar-Rajul adalah An-Nisa yang berarti perempuan yang sudah matang atau dewasa, oleh karena itu, kata ini biasanya diterjemahkan dengan istri atau perempuan yang sudah berkeluarga seperti perempuan yang sudah kawin (Q.S. An-Nisa, 4:24). Perempuan janda Nabi (Q.S. AnNisa, 22) perempuan mantan istri ayah (Q.S An-Nisa 4:22) perempuan yang ditalak (Q.S. Al-Baqoroh :231) dan istri yang didihar (Q.S. Al-Mujadalah :58:2+3) dengan lkatan sebagaimana imro’ah kata An-Nisa tidak pernah digunakan untuk perempuan dibawah umur. Bahkan kedua kata ini lebih banyak digunakan dalam kaitan tugas reproduksi. Dalam Al-Qur’an kata ini disebut sebayak 59 kali dalam pengertian sebagai berikut : (1) Gender perempuan (Q.S. An-Nisa 4:32), (2)
Istri (Q,S, Al-Baqoroh : 222).
Ad-Dzakar
Kata ini berarti mengisi atau menuangkan, menyebutkan, mengingat, mempelajari, menyebutkan, laki-laki atau jantan. Kata ini lebih berkonotasi biologis seks yang biasa digunakan untuk selain manusia. Lawan katanya adalah al-Untsa dalam Al-Qur’an, kata ini disebutkan sebanyak 18 kali yang kebanyakan menunjuk laki-laki dilihat dari biologis. Hal ini seperti dalam Qur’an Surat Ali-Imran, 3 :36. memang ada ungkapan yang berhubungan dengan fungsi dan relasi gender yang tidak menggunakan rajul dan imra’ah tapi ad-dzakar dan al-untsa seperti ayat tentang waris (Q.S. An-Nisa 4:11) namun ayat ini hendak menegaskan bahwa jenis kelamin apapun, berhak mendapatkan berbagai hak asasinya, termasuk soal warisan dan hak-hak kebendaan lainnya. Apalagi, ayat ini turun sebagai koreksi atas tradisi jahiliyah yang tidak mengenal warisan untuk perempuan. Sebenarnya, subtansi ayat tersebut terletak pada awal ayat “yussikumullahu fi awladikum…….” Dimana kata “aulad” mengandung pengertian laki-laki dan perempuan baik sedikit atau banyak. Penyebutan ad-dzakar dan al-untsa hanya sebagai muqoyyad. Untuk menguatkan argument tersebut bias dibandingkan dengan qur’an surat An-Nisa ayat 176 Ini sebagi petunjuk bahwa perbedaan jenis kelamin tidak mesti melahirkan perbedaan gender. Kata untsa berarti lembek (tidak keras) lemas dan halus. Kata ini disebut sebanyak 30 kali semuanya menunjuk pada jenis kelamin perempuan.
Al-Maru
Kata ini berasal dari mara’ah yang berarti baik atau bermanfaat. Dari kata ini lahir kata al-maru yang berarti laki-laki dan al-mar’ah berarti perempuan dalam Al-Qur’an, kata al-mar’u terulang sebanyak 11 kali yang digunakan untuk pengertian manusia.,, baik laki-laki maupun perempuan. Sebagaimana kata ar-rajul dan an-nisa, kata ini juga menunjuk pada pengertian amnesia dewasa, suda memiliki kecakapan bertindak atau yang sudah berumah tangga seperti dalam Qur’an surat Abbasa (80:34) dan At-Tur (52:21).
Dari uraian diatas jelas bahwa kata ar-rajul tidak identik dengan ad-dzakar. Semua katagori ar-rajul, termasuk katagori ad-dzakar dan tidak sebaliknya. Demikian juga kata al-mar’u atau imra’ah dan an-nisa tidak identik dengan al-untsa . seseorang laki-laki disebut ar-rajul atau perempuan disebuatan An-Nisa manakalah memenuhi kriteria sosial dan budaya tertentu seperti berumur dewasa, telah berumah tangga, atau telah mempunyai peran tertentu didalam masyarakat.
Dari keterangan diatas kiranya jelas bahwa perbedaan jenis kelamin tidak mesti berimplikasi pada perbedaan gender. perbedaan kualitas antara laki-laki dan perempuan lebih banyak ditenukan seperti ayat diatas oleh usaha yang dilakukan. Oleh karena itu prisip-prinsip kesetaraan gender dalam A-Qur’an tidak dilihat dari jenis kelaminnya, tapi kedudukannya sebagai sama-sama sebagai hambah Allah dan Khalifah-Nya yang sama-sama berpotensi meraih atau gagal berprestasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.
Adapun mengenai teori-teori untuk mengetahui feminisme atau gender sendiri ada empat yaitu :
Teori feminisme Liberalfeminisme
Teori feminisme Radikalfeminisme
Teori feminisme Markis
Teori feminisme sosialis.
Identitas Gender dalam Al-Qur’an yang dimaksud disini adalah nama-nama atau symbol-simbol yang sering digunakan Al-Qur’an dalam mengungkapkan jenis kelamin seseorang. Identitas jender dalam Al-Qur’an dapat dipahami melalui simbol yang dikenal dengan istilah sighot mudzakar dan muannas. Adapaun istilah-istilah yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
Ad-Dzakar
Al-Maru
Ar-Rajul
Dan jelasnya itu prisip-prinsip kesetaraan gender dalam A-Qur’an tidak dilihat dari jenis kelaminnya, tapi kedudukannya sebagai sama-sama sebagai hambah Allah dan Khalifah-Nya yang sama-sama berpotensi meraih atau gagal berprestasi.
DAFATAR PUSTAKA
Waryono Abdul Gafur, Tafsir Sosial, Yogyakarat :eLSAQ Press, 2005. Hal.109
Ahmad Taufiq, Presfektif Gender Kia Pesantren,Kediri: STAIN Kediri Press, 2009 Hal.54
www.faridakhwan.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar