Daftar Blog Saya

Jumat, 22 Januari 2010

FEMINISME

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Ibu R.A. Kartini dikenal sebagai pahlawan kaum perempuan dalam menuntut hak-haknya mendapatkan hak yang sama dalam bidang pendidikan. Dari situlah dengan apa yang kita kenal dengan Emansipasi Wanita. Pemikiran tentang kaum perempuan terus berkembang seiring berkembangnya pula isu-isu gender yang banyak dikenal dengan kesetaraan gender merebak di dunia.
Isu atau gagasan tersebut dibawa oleh kaum feminis dengan pahamnya feminisme untuk menuntut kesetaraan hak-hak perempuan dengan laki-laki. Namun, sejalan dengan merebak serta mengakarnya isu gender ini di Negara-negara berkembang terutama, timbul kontroversi terhadapa gagasan-gagasan yang dibawa. Tak ayal, paham yang mengusung perempuan sebagai kunci kemajuan pun menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih pelik.
Kepemimpinan di bawah tangan wanita adalah hasil penanaman ide-ide gender atau feminisme. Dan ternyata, pemerintahan yang dipegang oleh kaum wanita mengalami banyak konflik. Permasalahan social lainnya pun timbul, seperti perubahan struktur keluarga, meningkatnya angka perceraian, fenomena un-wed dan free sex, masalah wanita karir, dll.
Gawatnya, paham ini telah masuk dan menginfus dunia islam atau Negara-negara yang notabene penduduknya mayoritas beragama Islam. Perkembangan paham-paham feminis ini tentunya menuai banyak kecaman dari kalangan muslim, tidak sedikit juga pemikiran yang berasal dari paham liberal, berimbas pada kebebasan kaum muslim diantaranya dalam berpikir. Maka dari itu, perlu peninjauan tentang masalah ini terlebih ini sudah menyangkut persoalan akidah.
Dalam islam, segala persoalan dan aturan-aturan dalam segala aspek kehidupan dan berbagai bidang telah diatur dalam Al-Qur’an. Lalu, bagaimana pandangan islam tentang paham feminis beserta isu-isu atau gagasan yang diusung? Bagaimana islam memandang persoalan yang sensitif (bagi feminis), mengenai pernyetaraan laki-laki dan perempuan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah feminisme
Munculnya feminisme tidak dapat dilepaskan dari perjalanan panjang sejarah perjuangan kaum perempuan barat menuntut kebebasannya. Karena perempuan tidak memiliki tempat di tengah masyarakat, mereka diabaikan, tidak memiliki sesuatu pun, dan tidak boleh mengurus apapun. Sejarah barat ini dianggap tidak memihak kaum perempuan. Dalam masyarakat feodalis (di Eropa hingga abad ke-18), dominasi mitologi filsafat dan teologi gereja sarat dengan pelecehan feminitas; wanita diposisikan sebagai sesuatu yang rendah, yaitu sebagai sumber godaan dan kejahatan.
Kemudian muncullah renaissance (pemberontakan dominasi gereja), yang diikuti dengan Revolusi Perancis dan Revolusi Industri yang merupakan puncak pemberontakan dominasi kaum feodal yang cenderung korup dan menindas rakyat. Inilah awal proses liberalisasi dan demokratisasi kehidupan Barat, yang juga merupakan perubahan system feodal menjadi kapitalis secular. Kaum kapitalis mendorong kaum perempuan untuk bekerja di luar rumah.
Kaum perempuan berurusan dengan pabrik-pabrik, industri dan kaum laki-laki yang dianggap bertentangan dengan kepentingannya. Akhirnya, terjadi persaingan dalam memperebutkan posisi kaum laki-laki untuk memperoleh kebebasan mutlak agar terlepas dari segala macam ikatan dan nilai-nilai tradisi. Disinilah, kaum perempuan mulai menuntut persamaan secara mutlak dengan kaum laki-laki dalam hal hubungan seksual sebelum menikah.
Masalah-masalah tentang pembebasan serta penyetaraan hak-hak kaum perempuan terus berkembang seiring perkembangan zaman. Wacana-wacana tentang segala hal menyangkut perempuan atau wanita, permasalahan-permasalahannya, penggalian potensi-potensi perempuan dalam menyelesaikan pelik sosial dan kemsyarakatan. kemudian dibahas dalam konferensi-konferensi tingkat dunia.
Dari data yang didapat, pada tahun 1985 diadakan Konferensi dunia tentang wanita di Nairobi, Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (Internasional Conference Population and Development –ICPD) pada September 1994 di Kairo menghasilkan program aksi bertema, “Empowerment of Women” atau “Pemberdayaan Perempuan” yang menggagas bahwa perempuan harus mendapatkan peluang lebih besar di berbagai bidang karena perempuan berpotensial dalam memberantas kemiskinan, meningkatkan kualitas keluarga, dan mengendalikan jumlah penduduk.
Hasil-hasil konferensi-konferensi tersebut lalu disempurnakan pada Konferensi Wanita Sedunia IV (Fourth World Conference on Women) di Beijing, Cina September 1995. Pada konferensi ini PBB mencanangkan program aksi meluas yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dalam peran sertanya di berbagai bidang. Pemerintahan Negara-negara di dunia mulai mengadopsi nilai kesetaraan jender dalam kebijakan-kebijakan di negaranya.
Tahun 1997, isu “Wanita dalam Kekuasaan dan Penentu Kebijakan” menjadi tema prioritas. PBB dan lembaga internasional dibantu oleh LSM atau Non Govermental Organization (NGO) setempat, memberi tekanan-tekanan politik kepada pemerintah Negara-negara di dunia untuk secara bertahap menajalankan Kerangka Tindakan (Platform for Action) “Beijing Message” sebagai langkah-langkah sistematis melakukan perubahan social menuju masyarakat berkesetaraan jender.
Indonesia merupakan Negara berkembangan yang sedang dibombardir dengan pemikiran-pemikiran barat yang salah satunya dibawa oleh LSM-LSM. Lembaga-lembaga feminis seperti Kalyanamitra, Rifka Annisa, Yasanti dan LSPPA (Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan dan Anak) gencar melakukan sosialisasi isu gender di wilayah Indonesia.
Di Indonesia, kini isu gender sudah bukan lagi menjadi wacana tetapi sudah terformalisasikan dalam bentuk kebijakan publik. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Inpres no.9 tahun 2001 tentang Pengarus-Utamaan Gender (PUG), yang menyatakan bahwa seluruh program kegiatan pemerintah harus mengikutsertakan PUG dengan tujuan untuk menjamin penerapan kebijakan yang berperspektif gender.
Perkembangan paham-paham feminis melalui isu-isu gender mulai menjalar kepada masalah-masalah ibadah yang menuai banyak kecaman dari kalangan muslim. Feminisme yang merupakan buah pemikiran kaum liberal juga mengalami perkembangan pesat melalui pengajuan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) yang diketuai oleh Siti Musdah Mulia. CLD-KHI memuat pasal-pasal antara lain, sebagai berikut: perempuan boleh menikahkan dirinya sendiri, poligami haram, pencatatan nikah merupakan rukun nikah, boleh beda nikah agama, boleh kawin kontrak, dan ijab Kabul bukan rukun islam.

B. Gagasan feministik seputar gender
Pemikiran-pemikiran ala liberal yang dibawa lewat paham feminis ini memberikan efek yang sangat besar. Gagasan-gagasan yang diusung kaum feminis ini diyakini dapat menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan yang nyatanya sampai saat ini juga belum ada berubah yang signifikan. Apa saja gagasan-gagasan tersebut? Berikut uraiannya:
1. Laki-laki dan perempuan sama.
Inilah yang para feminis maksud dengan kesetaraan gender. Dalam terminologi feminis, gender didefinisikan sebagai perbedaan perilaku (behavioral differences) dengan kata lain sering disebut ‘jenis kelamin sosial’. Dalam persepsi mereka, sifat paten (kodrat) laki-laki dan perempuan merupakan produk budaya yang dapat dipertukarkan dan bersifat tidapat permanent alias dapat berubah sesuai dengan perubahan paradigma berpikir yang menjadi landasan budaya masyarakat tersebut.
Feminis menolak konsep pembagian peran sosial yang dikaitkan dengan perbedaan biologis, seperti contohnya mereka menidakbolehkan menerima sifat keperempuanan (lembut, keibuan, emosional) mengharuskan mereka menjalani fungsi keibuan dan kerumahtanggaan. Pada intinya mereka tidak menerima bahwa manusia lahir dengan kodrat maskulinitas dan feminitas.
2. Ketidaksetaraan gender merugikan perempuan.
Dalam perspektif mereka ketidaksetaraan inilah yang menjadi penyebab munculnya berbagai ketidakadilan dalam berbagsi bidang terhadap perempuan. Seperti, pelabelan negatif, maraknya tindak kasus kekerasan, dll.
3. Liberalisasi perempuan akan memajukan perempuan.
Pembebasan perempuan diyakini sebagai pintu gerbang untuk mencapai kemajuan oleh kaum feminis karena ini berarti kesempatan bagi mereka untuk mengejar keinginannya tanpa batasan cultural dan struktural yang dapt menghambat.
4. Menolak institusi keluarga dan system patriarchal yang merupakan symbol dominasi kaum laki-laki atas perempuan.
Ini merupakan buah pemikiran kaum feminis radikal yang berupaya untuk mengubah struktur pembagian tugas kehidupan sebagaimana kebebasannya dalam menentukan. Dengan kata lain, halal hukumnya menolak kodrat manusiawi mereka. Contohnya, laki-laki dan perempuan dapat bertukar peran, apakah itu sebagai ayah atau ibu atau keduanya tanpa ada batasan.

C. Dampak-dampak yang timbul dari mengakarnya feminisme
Liberalisasi perempuan diakui telah membawa banyak perubahan. Kaum perempuan memiliki kebebasan unutk mengekspresikan diri, bekerja, mengenyam pendidikan yang layak dan setinggi-tingginya, bahkan menduduki kursi pemerintahan atau berkecimpung di dunia yang didominasi kaum adam. Di Amerika Serikat, tercatat jumlah prosentase perempuan yang bekerja meningkat dari tahun ke tahun hingga lebih dari 75% pada tahun 2000, begitu pula di Indonesia. Sebagai bukti, munculnya pemimpin-pemimpin wanita, seperti: Begun Khaleda Zia dan Syekh Hasina (pemimpin Bangladesh), Megawati Soekarno Putri (Wakil Presiden lalu Presiden Indonesia V), Macapagal Aroyo (Presiden Philipina) dll. Pada kenyataannya, Negara-negara tersebut sarat dengan berbagai konflik yang tidak pernah terselesaikan dengan baik.
Kebebasan perempuan dalam berekspresi, bertindak, bekerja atau berkarir, nyatanya tidak menjadi solusi yang baik dalam menyelesaikan masalah-masalah feminitas atau yang menyangkut dengan perempuan. Banyak dampak bagi buruk bagi kaum perempuan dan masyarakat secara keseluruhan akibat rancunya hubungan dan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Dampak tersebut antaralain, Runtuhnya struktur keluarga, menigkatnya angka perceraian, fenomena un-wed dan no-mar, merebaknya free sex, dilemma wanita karir, eksploitasi perempuan, pelecahan seksual, anak-anak broken home, dll.
Menurut data yang dikemukakan Julie Balligton, Swedia merupakan Negara yang paling banyak menempatkan perempuan di bangku parlemen yaitu 42,7%. Akan tetapi, jumlah ini berkolerasi negative terhadap kondisi keluarga. 50% bayi di Swedia lahir dari ibu yang tidak menikah (peringkat 2 dunia) menurut Kompas (4/9/1995), sedangkan menurut data yang dikumpulkan oleh Maisar Yasin, 60% pernikahan berakhir dengan perceraian (peringkat 1 dunia).
Swedia dan Negara maju seperti Amerika menerapkan “Gender And Development” (GAD) atau konsep ‘keluarga barat’ ternyata menurut statistik menunjukkan perkawinan di ujung tanduk, mayoritas anak dibesarkan oleh single parent atau orang tua tunggal.
Munculnya pengajuan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang berisikan penyalahartian dalam menafsirkan nash-nash al-qur’an adalah buktinya paham ini mengubah cara berpikir perempuan terhadap masalah-masalah duniawi terlebih menyakut hubungannya dengan Tuhan.

D. Bagaimana Islam memandang permasalahan ini
Sejarah munculnya feminisme menjelaskan asal usul paham ini berasal dan bagaimana dapat lalu merebak dan menjadi anggaran besar di Negara-negara. Dari asal usulnya telah jelas bahwa paham ini lahir dari ideologi barat yang kapitalistik, liberal dan sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan. Artinya, pemahaman dan pemikiran seperti ini bertentangan dengan Islam yang pada dasarnya telah mengatur segala urusan dan permasalahan hidup manusia dalam al-qur’an yang memberikan kemaslahatan kepada semua umat manusia.
Sebagai dien yang sempurna, islam memiliki cara pandang yang sangat adil dan objektif terhadap persoalan keberadaan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Tujuan penciptaan manusia adalah sebagai hamba Allah yang harus beribadah kepada-Nya dan tujuan penciptaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah untuk melestarikan keturunan dalam kerangka pandang penghambaan ini.
Islam memandang posisi laki-laki dan perempuan setara, sekalipun dalam kadar tertentu diperlakukan berbeda. Manusia sama dilihat dari sisi insaniahnya yaitu, memiliki akal, naluri, dan kebutuhan jasmani. Tetapi, jenisnya berbeda yang mengharuskan mereka diberi aturan yang berbeda pula. Ini bukan berarti tidak adil, karena pada dasarnya ditetapkan oleh Allah sebagai pencipta manusia, semata-mata demi kemaslahatan, kelestarian, dan kesucian hidup manusia dengan cara saling melengkapi dan bekerja sama sesuai dengan aturan-aturan-Nya. Kemualiaan manusia tidak dilihat dari jenis kelamin atau kedudukan seseorang tetapi dari kadar ketakwaannya.
Ide kesetaraan gender ialah bentuk pengingkaran terhadap realitas yang ada, sekaligus pengingkaran terhadap kemahaadilan dan kemahasempurnaan Allah Swt. Sebagai pencipta dan pengatur manusia.
Karena perbedaan jenisnya, kekhusuan yang dimiliki laki-laki dan tidak dimiliki wanita, atau dimiliki wanita tetapi tidak dimiliki laki-laki. Dalam perkara seperti ini pasti terdapat perbedaan antara laki-laki dan wanita. Kewajiban mencari nafkah (bekerja) yang hanya dibebankan kepada laki-laki dan hukumnya wajib bagi mereka, sementara bagi wanita tidak wajib (mubah), karena hal ini berkaitan dengan fungsi laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Swt:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Qs. An-Nisaa:34)
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah:233)
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”
(QS. At-Thalaaq:6)








Tetapi, bukan berarti perempuan tidak boleh bekerja. Islam membolehkan wanita untuk memiliki harta sendiri. Bahkan wanitapun boleh berusaha mengembangkan hartanya agar semakin bertambah. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs. An-Nisaa:32)

Tetapi, sebelum melakukan yang mubah, maka prioritaskanlah dulu yang wajib menyangkut perannya sebagai perempuan, ibu ataupun istri. Wanita lebih mengutamakan tugasnya di rumah tangga, sementara laki-laki mencari nafkah di luar rumah.Dalam urusan mendidik anak, keduanya memiliki kewajiban yang sama. Firman Allah Swt:
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At-Tahrim:6)

Sementara itu, di sektor publik atau ditengah-tengah masyarakat, laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama, terutama dalam urusan dakwah dan amar makruf nahi mungkar.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Al Imran: 104)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. Ali Imran:110)

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”( Qs. At-Taubah:71)

Tidak menjadi masalah pada saat wanita tidak ikut memutuskan sesuatu yang menyangkut urusan dirinya, karena kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang memang terpenuhi dengan baik. Kalaupun kebutuhannya tidak dipenuhi oleh suami atau walinya,
ia akan mengingatkan pemimpinnya itu agar takut kepada Allah karena hak-haknya tidak dipenuhi. Kalau suami atau walinya tetap abai, ia bisamengadukan masalah itu kepada pengdilan, sehingga pengadilan akan memaksa suami atau walinya memenuhi haknya yang telah diamanatkan Allah kepada mereka.
Pada surat Al Imran ayat 104 disebutkan menyangkut amar makhruf nahi mungkar, dan sabda Rasulullah saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Hudzaifah r.a:
“Siapa saja yang bangun pagi-pagi tetapi tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, ia bukanlah golongan mereka” (HR Ath-Thabari)
Aktivitas politik bukan hanya merupakan kewajiban laki-laki saja, tetapi juga kewajiban kaum perempuan. Hanya saja ada beberapa aturan yang harus diperhatikan oleh seorang Muslimah, diantaranya: 1. harus disadari bahwa terjunnya di kancah politik semata-mata unutk melaksanakan perintah Allah Swt.; 2. memperhatikan bentuk-bentuk aktivitas yang boleh dilakukan. Yaitu:
1. Hak dan kewajiban baiat. Berdasarkan sabda nabi saw., sebagaimana dituturkan Ummu Athiyyah r.a:
“Kami telah membaiat Nabi saw. Beliau kemudian memerintahkan kepada kami untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun dan melarang kami untuk melakukan niyahah” (HR al-Bukhari).
2. Hak memilih dan dipilih menjadi anggota majelis umat (yaitu suatu badan di dalam Negara islam yang terdiri dari wakil rakyat yang bertugas memberi nasihat dan pendapat kepada kepala negara). Berdasarkan peristiwa Baiat ‘Aqabah II.
3. Kewajiban berdakwah dan amar makruf nahyi mungkar.
4. Kewajiban menasihati dan mengoreksi penguasa.
Dan yang dilarang adalah:
1. Duduk dalam posisi pemerintahan (pengambil keputusan). Didasarkan pada hadis Nabi saw., sebagaimana dituturkan Abu Bakrah r.a:
“Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka (dalam kekuasaan) kepada para wanita.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
2. Jika terjadi benturan kewajiban berpolitik dengan kewajiban lain, islam mengaturnya dalam fikih prioritas (al-awlawiyat)
Wanita memiliki 3 posisi yaitu sebagai: 1) hamba Allah (menuaikan aktivitas yang sama dengan laki-laki, seperti dakwah, shaum, amar maruf nahyi mungkar); 2) ibu rumah tangga (melahirkan, meyusui, taat suami); dan 3) anggota masyarakat (mengetahui permasalahan-permasalahan sosial atau kemasyarakatan. Keseluruhan hukum-hukum (aktivitas) yang dicontohkan pada masing-masing posisi di atas, didasarkan pada sumber-sumber hukum yang terpercaya yaitu Al Qur’an, Al Hadits, Ijma’ sahabat dan Qiyas.
Aktivitas (perbuatan) manusia secara umum akan dipengaruhi oleh pemahamannya. Pemahaman ini muncul dari proses berpikir mengenai kehidupan. Pemahaman yang kokoh dan kuat pastinya memiliki landasan hukum yang pasti dan tetap; Al Qur’an, AL Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Penanaman pemahaman yang kuat tidak akan mudah terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran tentang arus kehidupan saat ini yang rapuh dan tak berdasar alias bebas.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Munculnya feminisme ini membawa pengaruh terhadap perubahan kaum perempuan atau wanita dalam menyikapi posisi, peran dan fungsinya. Isu-isu serta gagasan-gagasan penyetaraan gender, mempengaruhi kaum perempuan untuk lepas dari 3 posisi dan fungsinya sebagai perempuan, ibu, atau istri. Gagasan-gagasan ini dinilai baik dalam pembebasan hak-hak perempuan yang pada akhir mengalami pergeseran pemikiran atau bahkan melanggar kodratnya sebagai perempuan.
Gagasan feministik seputar gender adalah gagasan yang absurd karena perjuangan-perjuangan kaum feminis ini hanya mengukuhkan ketidakmungkinan menyelesaikan persoalan yang dihadapi kaum perempuan secara tuntas. Ide kesetaraan gender, kebebasan, dan individualisme justru menjadi racun yang kemudian memunculkan persoalan lanjutan yang memparah kondisi sebelumnya.
Islam telah memberi aturan yang rinci berkenaan dengan peran dan fungsi laki-laki dan perempuan dalam menjalani hidup. Adanya perbedaan dan persamaan dalam pembagian peran tersebut tidak dapat dikatakan ‘ketidaksetaraan gender’melainkan pembagian tugas yang sama-sama penting dalam upaya mewujudkan kehidupan masyarakat yang baik. Laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban yang sama dalam memfungsikan segenap potensi insaniahnya untuk menyelesaikan permasalahan umat.

Wallahu’alam bishawab






DAFATAR PUSTAKA

Farhan Muhammad. Feminisme di Persimpangan Ideologi. Khilafah Magazine edisi 005, Mei 2001.
Fw. Bangladesh: Menderita Dipimpin Wanita. Al-Wa’ie no.32 tahun III. April 2003.
Himatul Aliyah. Politik Perempuan (dari Asumsi hingga Aksi). Al-Wa’ie no.32 tahun III. April 2003.
Husnul Khotimah. Kebohongan-kebohongan di Balik Isu Gender. Al-Wa’ie no.54 tahun V. Februari 2005.
Husnul Khotimah. Pemberdayaan Politik Perempuan. Al-Wa’ie no.32 tahun III. April 2003.
Lathifah Musa. Di Balik Penghancuran Keluarga Muslim. Al-Wa’ie no.54 tahun V. Februari 2005.
Nurfaizah dan Najmah. Membangun Keluarga Ideologis. Al-Wa’ie no.54 tahun V. Februari 2005.
Qothrun Nadaa. Kesetaraan Gender: Gagasan Absurd. Al-Wa’ie no.32 tahun III. April 2003.
Ummu Khair. Pria dan Wanita dalam Kehidupan Bermasyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar