Daftar Blog Saya

Jumat, 21 Januari 2011

hubungan motivasi dan profesionalitas guru

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ( IPTEK ) menurut manusia untuk lebih kreatif dan berinisitaif untuk meningkatkan kualitas dirinya dan masyarakat ke arah yang lebih baik, terutama lembaga pendidikan yang pada dasarnya merupakan laboratorium mini bagi setiap manusia dalam mempersiapkan diri menghadapi masa depan yang lebih baik. Sehingga pendidikan diharapkan terus berperan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dinamis. Oleh karena itu, maka pendidikan diharapkan mampu melahirkan output berkualitas yang dapat merespons tantangan yang dihadapinya, terutama bagi bangsa yang sedang berkembang, seperti Indonesia tentu membutuhkan sumber daya manusia yang kreatif, etos kerja yang tinggi, berkualitas dan bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsanya. Berdasarkan pemahaman diatas, maka perlu dilakukan upaya peningkatan mutu pendidikan secara holistik, yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, motivasi, prestasi dan nilai – nilai budaya bangsa agar setiap peserta didik mempunyai modal kecakapan untuk menjalani kehidupannya.
Pendidikan yang dalam khasanah Islam dikenal dengan istilah al-tabiyah, al-ta’lim, al-ta’dib dan al-riyadah perlu diberdayakan sesuai pengetahuan yang melekat pada term-term tersebut. Setiap terminologi tersebut mempunyai makna yang berada satu sama lain, karena perbedaan teks dan kontek kalimatnya. Oleh karena itu pendidikan Islam memiliki beberapa karateristik yang berbeda dengan pengertian pendidikan secara umum
Pendidikan Islam telah dirumuskan oleh para pakar dalam perspektif yang berbeda. Yusuf Qardhawi, misalnya mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan aman maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dari kejahatannya, manis dan pahitnya1.
Hasan Langgulung,2 mendefinisikan pendidikan Islam adalah proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai – nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Sedangkan Abdurrahman Saleh Abdullah,3 memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai proses bimbingan ( Pimpinan, Tuntutan, Usulan ) oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa ( Pikiran, Perasaan, Kemauan, Intuisi ) dan raga obyek didik dengan bahan – bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.
Berdasarkan penjelasan yang telah dijelaskan oleh para ahli tersebut diatas, dapat dilihat perbedaan – perbedaan antara pendidikan secara umum dengan pendidikan Islam. Perbedaan yang paling utama adalah bahwa pendidikan Islam tidak hanya terkosentrasi pada pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia saja, tetapi juga untuk kebahagiaan akhirat. Selain itu pendidikan Islam berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran – ajaran Islam.4
Proses pendidikan dapat berjalan dengan baik apabila dirumuskan melalui sebuah kurikulum yang komprehensif. Sebab kurikulum merupakan circle of instruction, dalam kurikulum itu tergambar secara jelas dan terencana bagaimana dan apa saja yang harus terjadi dalam proses belajar mengajar. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berfungsi seperti laboratorium rentetan kontinue suatu eksperimen, dan semua pelakunya ialah guru bersama muridnya, yang dalam beberapa aspek melakukan fungsi ilmiah experience curriculum.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa kebijakan terkait masalah pendidikan seperti perubahan kurikulum, peningkatan dana pendidikan, sertifikasi guru, otonomisasi pendidikan dan kebijakan – kebijakan lain. Salah satu kebijakan pemerintah sebagaimana disebutkan di antaranya ; melakukan inovasi kurikulum yang dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan dari kurikulum 1986 sampai dengan kurikulum 2006 atau yang kita kenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dimana pada kurikulum yang disebut terakhir ini lebih memperhatikan karateristik setiap jenjang pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh Undang – undang Ri No. 20 Pasal 3 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangs ayang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.5

Pencapaian tujuan pendidikan di atas dapat diwujudkan apabila adanya perencanaan dan strategi pembelajaran yang jelas dan terukur. Salah satu media yang dapat dijadikan media untuk menciptakan perencanaan pembelajaran tersebut adalah kurikulum. Namun permasalahannya tidak berhenti hanya pada kurikulum saja, tetapi diperlukan orang atau guru yang mempunyai kompetensi dalam menerapkannya, sehingga proses pembelajaran dapat dilakukan dengan terarah dan terfokus pada tujuan pendidikan dan pembelajaran yang telah direncanakan.
Oemar Hamalik,6 menyatakan bahwa dalam dua dekade ini terjadi peristiwa perkembangan kurikulum yang sangat cepat yang dilatarbelakangi oleh dimulainya masa orde pembangunan. Perkembangan kurikulum sejalan dengan perkembangan pendidikan, khususnya di tanah air, sedangkan perkembangan pendidikan pada dasarnya berkenaan dengan perkembangan bangsa, negara dan perkembangan nasional secara menyeluruh.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan kurikulum, diantaranya falsafah, budaya masyarakat, perkembangan masyarakat, dan lain – lain. Oleh karena itu, kurikulum tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan belajar mengajar, karena belajar adalah satu jawaban untuk menjawab tantangan yang terjadi di masyarakat. Proses pembelajaran berupaya menjabarkan nilai – nilai, tujuan pembelajaran, dan isi dari sebuah bidang studi yang terkandung dalam sebuah kurikulum. Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan perhatian besar kepada analisis pengetahuan baru yang ada.
Tugas guru selain mendidik adalah mengajar (transfer of knowledge). Namun demikian, selain mengajar guru juga memiliki tugas yang tidak kalah pentingnya, yaitu membentuk dan mengarahkan karakter para siswa agar senantiasa selaras dengan nilai – nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Tugas guru semacam ini oleh masyarakat biasanya dilekatkan pada guru agama, khususnya Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI).
Dalam hal ini Abuddinnata,7 menyatakan :
Kebersihan kependidikan sebagian besar ditentukan oleh mutu profesionalisme seorang guru, guru yang kompeten bukannya guru yang dapar mengajar dengan baik, seorang guru juga harus memiliki akhlaq yang mulia, guru juga harus mampu meningkatkan pengetahuannya dari waktu ke waktu, sesuai dengan perkembangan zaman. Berbagai perubahan yang diakibatkan oleh kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi juga harus diantisipasi oleh guru, dengan demikian seorang guru tidak hanya menjadi sumber informasi, ia juga dapat menjadi monitor, inspirator, dinamisator, fasilitator, katalisator, evaluator dan sebagainya.

Sementara itu, manusia dihadapkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selama ini sedang berkembang. Ilmu pengetahuan dan keterampilan harus mampu memperluas dan mengembangkan potensi peserta didik sejalan dengan kemajuan teknologi. Oleh karena itu, pengajaan harus dapat mengubah perilaku peserta didik, termasuk penguasaan ilmu pengetahuan dan kemampuan melakukan hal – hal yang bermakna bagi pribadinya, bagi masyarakat dan bagi negara. Kurikulum juga harus mentransformasikan suatu perencanaan yang sistematis tentang bebagai kegiatan belajar mengajar yang dinamis yang mendorong terjadinya dinamika pendidikan.8
Di sisi lain, dorongan atau motivasi yang melekat pada kerja guru juga akan mempengaruhi tinggi rendahnya keinginan belajar anak yang secara langsung akan mempengaruhi prestasinya. Guru yang mampu memberikan motivasi kepada anak didiknya, akan memberi gairah yang dinamis kepada anak dalam meraih prestasi. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat motivasi kerja guru dan profesionalisme guru, akan lebih menjamin tercapainya tujuan pendidikan, bahkan menentukan prestasi anak di setiap satuan, jenis dan jenjang pendidikan.
Rumus teoretik atas tingginya hubungan antara motivasi kerja guru dan profesionalisme guru dengan prestasi belajar anak, terkait dengan implementasi kurikulum telah menjadi dorongan tersendiri bagi peneliti untuk mencoba meneliti tingkat lapangan, khususnya di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan dimaksud adalah SMPN 2 Mundu Kabupaten Cirebon.
Esensi dari pernyataan tersebut adalah kualitas pembelajaran harus ditingkatkan, guna menghasilkan out put pendidikan yang berkualitas. Di sisi lain implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, harus sesuai dengan usaha dan proses pendidikan yang terprogram agar tercapai generasi terpelajar dan terdidik serta mampu mengembangkan ilmu pengetahuan di segala bidang
Pengembangan kurikulum yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Pendidikan formal memerlukan kurikulum karena tujuannya tidak sekedar mewariskan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh secara hukum turun temurun kepada anak (siswa). Pendidikan di sekolah memiliki tujuan yang lebih luas karena dituntut untuk menyesuaikan diri tuntutan masyarakat yang berkembang secara dinamis.
Tetapi sebagaimana diingatkan oleh H.A.R Tilaar,9 bahwa sebagus apapun sebuah kurikulum dengan menentukan standar isi yang tinggi , tetapi apabila tidak tersedia sumber daya manusia (guru) yang berkompeten, maka tujuan kurikulum tersebut jelas tidak akan tercapai. Sebab jika diibaratkan guru adalah pilot yang dapat membuka cakrawala peserta didik memasuki dunia ilmu pengetahuan dalam era global dewasa ini.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan upaya pemberian otonomi bagi lembaga untuk menentukan isi kurikulum sesuai dengan kebutuhan nasional dan lokal. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan mempunyai kewenangan yang cukup luas dan terbuka untuk menentukan visi dan misinya sesuai dengan kebutuhan lembaga pendidikan bersangkutan.
Namun sebagaimana diungkapkan Tilaar di atas bahwa apabila tidak tersedia sumber daya manusia (guru) atau guru yang berkompeten, maka tujuan kurikulum tersebut jelas tidak akan tercapai. Oleh karena itu, untuik mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) dibutuhkan guru yang profesional. Padahal sejak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) hingga sekarang masih terdapat guru yang tidak mengetahui konsep dan muatan yang terdapat dalam kurikulum tersebut

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah – masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana motivasi kerja guru PAI dalam memotivasi belajar siswa di SMP Negeri 2 Mundu Kabupaten Cirebon
2. Bagaimana profesionalitas guru dalam mengimplementasikan Kurikulum PAI di SMP Negeri 2 Mundu Kabupaten Cirebon
3. Apakah hubungan secara silmultan antara motivasi kerja dan profesionalitas guru dalam mengimplementasikan Kurikulum PAI dengan pencapaian prestasi belajar siswa di SMP Negeri 2 Mundu Kabupaten Cirebon

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. mengkaji tentang motivasi kerja guru di SMPN 2 Mundu Kabupaten Cirebon
2. Mengkaji tentang tingkat profesionalitas guru dalam mengimplementasikan Kurikulum PAI di SMPN 2 Mundu Kabupaten Cirebon
3. Menentukan pola hubungan yang silmultan antara motivasi kerja dan profesionalitas guru dalam mengimplementasikan Kurikulum PAI dengan prestasi belajar siswa di SMPN 2 Mundu Kabupaten Cirebon

D. Manfaat Penelitian
Secara akademik, penelitian akan berguna bagi seluruh elemen pendidikan daam merumuskan kurikulum yang akan digunakan oleh guru PAI dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Tinggi rendahnya prestasi siswa akan berhubungan secara langsung dengan tercapai tidaknya tujuan dari pelaksanaan pendidikan. Secara praktis akademik, akan melihat sejauh mana implementasi penerapan kurikulum KTSP digunakan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, khususnya di SMPN 2 Mundu yang menjadi objek penelitian penulis

DAFTAR PUSTAKA



Abdurrahman Saleh Abdullah, 1994, Teori – teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qurian, terj. HM. Arifin dan Zainuddin, Jakarta: Rineka Cipta

Abuddin Nata, 2001, Manajemen Pendidikan ( Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada

Azyumardi Azra, 1999, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam, Ciputat: Logos

E. Mulyasa, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

E. Mulyasa, 2006, Menjadi Guru Profesional ( Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan ), Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

H.A.R. Tilaar, 2002, Membenahi Pendidikan Nasional, Cet.Ke-1. Jakarta: PT Rineka Cipta

Hasan Langgulung, 1980, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif

M. Yunus Namsa, 2006, Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Pustaka Mapan

Oemar Hamalik, 1990, Pengembangan Kurikulum dan Dasar Pengembangannya, Bandung;Mandar Maju

Sukadji Ranuwihardjo, 1994, Kurikulum untuk Abad 21, Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia

Syafruddin Nurdin & Basyiruddin Usman, 2005, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: Ciputata Press

Yusuf al-Qardhawi, 1980, Tarbiyah as-Islamiyah wa Madrasah Hasan al-Banna, diterjemahkan oleh Bustani A. Gani, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, Jakarta: Bulan Bintang



DAFTAR ISI


BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 10
C. Tujuan Penelitian 10
D. Manfaat Penelitian 11

BAB II LANDASAN TEORI MOTIVASI KERJA,
PROFESIONALITAS GURU DAN PRESTASI BELAJAR
SISWA
A. Pengertian Motivasi Kerja
1. Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran
2. Pelaksanaan KegiatanPembelajaran

B. Profesionalitas Guru
1. Pengertian Profesionalitas Guru
2. Urgensi Guru profesional
3. Aspek – Aspek Kompetensi Guru Profesional
4. Profesionalitas Guru PAI dalam Mengimplementasikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


C. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
2. Dalil Keutamaan Belajar
3. Jenis – Jenis Prestasi Belajar
4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
5. Indikator Prestasi Belajar

D. Hubungan Motifasi Kerja Guru dengan Prestasi Belajar Siswa
E. Kerangka Pemikiran
F. Paradigma Penelitian
G. Hipotesa Penelitian


BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek Penelitian
B. Pendekatan dan Metode Penelitian
C. Operasionalisasi Variabel
D. Populasi dan Sampel
E. Produser Pengumpulan Data
F. Pengujian Instrumen Penelitian
G. Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Motifasi Kerja Guru PAI di SMPN 2 Mundu Kabupaten Cirebon
B. Profesionalitas Guru dalam Mengimplementasikan Kurikulum PAI
C. Prestasi Belajar Siswa SMPN 2 Mundu Kabupaten Cirebon
D. Pengujian Hipotesis
1. Hubungan Motivasi Kerja Guru dengan Prestasi Belajar Siswa
2. Hubungan Profesionalitas Kerja Guru dengan Prestasi Bnelajar Siswa
3. Hubungan Motivasi Kerja dan Guru Profesionalitas Kerja Guru dalam Mengimplementasikan Kurikulum KTSP PAI dengan Prestasi Belajar Siswa
E. Pembahasan

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN

Jumat, 14 Mei 2010

Urgensi Orang Tua Sebagai Pendidik dalam Pembinaan Aspek Kesehatan Mental Anak" (Analisis Ilmu Pendidikan Islam).

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam ajaran agama Islam, anak itu merupakan amanat dari Allah. Amanat tersebut harus ditunaikan dengan memelihara nya secara serius, karena nantinya akan dipertanggungjawabkan di hadapan pemberi amanat itu, yaitu Allah swt. Tentang hal ini Al-Qur'an menjelaskan dalam surat At-Tahrim 6 yaitu:
        ••              

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Depag RI, 2000: 951).

Hadits Nabi saw. (dalam Hery Noer Aly, 1999: 87) yang berbunyi:
أَدِّبُوْا أَولاَدَكُمْ وَاَحْسَنُوْا أَدَّبَهُمْ
Artinya: Didiklah anak-anak kamu dan jadikanlah pendidikan mereka itu baik. (H.R. Ibnu Majah)

Ayat dan hadits di atas menunjukkan dua perintah, yaitu memelihara dan mendidik. Memelihara anak agar terjaga dari sengatan api neraka dan mendidik anak dengan didikan yang sebaik-baiknya, dan yang memiliki tanggungjawab ini adalah orang tua. Sesuai dengan pernyataan tersebut, Ahmad Tafsir (1994: 155) menyatakan bahwa yang bertindak sebagai pendidik dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu si anak serta semua orang yang merasa bertanggungjawab terhadap perkembangan anak itu, seperti kakek, nenek, paman, bibi, dan kakak, dan yang paling bertanggungjawab adalah bapak dan ibu.
Adapun tugas-tugas serta kewajiban orang tua menurut An-Nahlawi (dalam Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 292) bahwa kewajiban orang tua dalam mendidik anak-anaknya adalah: 1) menegakkan hukum-hukum Allah pada anaknya, 2) merealisasikan ketentraman dan kesejahteraan jiwa keluarga, 3) melaksanakan perintah agama dan Rasul nya, 4) mewujudkan rasa cinta kepada anak melalui pendidikan.
Berdasarkan kewajiban-kewajiban orang tua terhadap anaknya yang telah disebutkan di atas, khususnya tentang pelaksanaan pendidikan bagi anak, maka sebenarnya yang wajib mengajari anaknya adalah orang tuanya, tetapi karena banyaknya berbagai alasan, orang tua terpaksa mengirimkan anaknya ke sekolah. Setidaknya ada tiga alasan, pertama, orang tua tidak mampu menyelenggarakannya di rumah; kedua, orang tua tidak memiliki cukup waktu untuk menyelenggarakan nya; ketiga, karena pendidikan di rumah (terutama pengajaran) sangat mahal (Ahmad Tafsir, 1994: 185).
Karena berbagai alasan itulah maka orang tua menyerahkan pengajaran bagi anaknya ke sekolah serta telah merasa bebas dari tanggung jawabnya jika telah menyekolahkan anaknya ke sekolah. Akan tetapi, apakah dengan memasukkan anak ke sekolah akan menjamin perkembangan fitrah anak baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor?. Belum tentu juga, karena dalam pernyataan Ahmad Tafsir dalam buku yang sama (1994: 185) menyatakan bahwa sekolah hanya membina anak pada aspek psikomotor (jasmani) dan aspek kognitif (kecerdasan). Sedangkan aspek afektif (kejiwaan) tidak begitu diperhatikan di sekolah, bukan karena sekolah tidak memahami pentingnya hal itu, melainkan pembinaan afektif itu tidak banyak dilakukan di sekolah, dan yang memiliki banyak sekali peluang untuk membina aspek afektif anak adalah kedua orang tuanya.
Melihat kenyataan masih banyaknya orang tua yang tidak mengerti ajaran agama yang dianutnya seperti dalam hal membaca Al-Qur'an, bahkan banyak pula yang menganggap bahwa ajaran agama tidak begitu penting bagi anak-anak mereka, sehingga didikan agama itu praktis tidak pernah dilaksanakan dalam banyak keluarga. Sikap orang tua terhadap agamanya yang kurang menggembirakan itu terlihat dari berbagai indikator yaitu: 1) pendidikan agama yang tidak diterima si anak pada masa kanak-kanak di rumah, 2) di sekolah pun pendidikan agama dianggap kurang penting, pelajaran agama dianggap kurang penting, tidak mempengaruhi kenaikan kelas anak-anak mereka, dan 3) hal ini juga mengakibatkan guru-guru agama seringkali dianggap rendah karena mata pelajaran yang mereka ajarkan. Kenyataan ini biasanya kita jumpai pada lingkungan masyarakat sekitar kita. Salah satu contohnya yaitu, sebagian orang tua akan merasa bangga kalau anaknya masuk salah satu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) terfavorit daripada anaknya masuk ke Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) atau masuk Pesantren, bahkan sebagian orang menganggap Pesantren adalah alternatif terakhir jika anaknya sudah tidak bisa diatur lagi (nakal). Akibatnya adalah anak-anak tidak mendapat pendidikan agama yang benar-benar, baik dari orang tuanya maupun dari gurunya di sekolah.
Berdasarkan kenyataan tersebut, menurut Ahmad Tafsir (1997: 135), menyatakan bahwa dampak dari tidak adanya pendidikan agama yang benar-benar dari orang tua kepada anaknya maka nilai-nilai dari ajaran agama Islam kurang terinternalisasikan ke dalam jiwa anak-anak sehingga iman mereka menjadi lemah. Dampak dari lemah nya iman adalah seringkali kita mengetahui anak sekolah yang telah mengetahui bahwa Allah Maha Mengetahui dan Allah tidak membolehkan berbohong. Nyatanya banyak anak sekolah yang sering berbohong, misalnya membolos, uang sekolah dipakai jajan, dan lain-lain. Mereka tahu tetapi mereka melanggarnya. Ini adalah orang yang tahu iman tetapi belum beriman.
Dalam bahasa lain, Zakiah Daradjat (1985: 114) menyebutkan bahwa akibat dari tidak adanya pembiasaan ajaran-ajaran agama kepada anak pada waktu kecil maka kesadaran dalam menjalankan ajaran agama akan kurang dan hanya sebatas formalitas belaka yang kering dari nilai-nilai penghayatan yang benar (jiwa agama). Selanjutnya dengan tidak kenal nya anak-anak akan jiwa agama yang benar, akan lemahlah hati nuraninya (super ego), karena tidak terbentuk nilai-nilai masyarakat atau agama yang diterimanya waktu ia kecil. Jika hati nuraninya lemah, atau unsur pengontrol dalam diri si anak kosong dari nilai-nilai yang baik, maka sudah barang tentu akan mudah terperosok ke dalam kelakuan-kelakuan yang tidak baik dan menurut kan apa yang menyenangkannya waktu itu saja, tanpa memikirkan akibat selanjutnya.
Dilihat dari Ilmu Kesehatan Mental (jiwa), pengaruh dari lingkungan, mass media seperti koran, film, majalah dan iklan yang berbau porno, serta kebudayaan yang modern akan cenderung menuntut adanya standar penghasilan yang tinggi dan pola konsumtif tinggi. Jika cita-cita dan usaha untuk memenuhi keinginan-keinginan akan kemewahan tidak tercapai, karena kemampuan ekonomis untuk mencapai tidak ada, maka akan timbullah rasa malu, takut, bingung dan rendah diri. Situasi sedemikian ini dengan sendirinya mudah menyebabkan timbulnya frustasi, gangguan batin dan macam-macam sakit mental (Kartini Kartono, 2000: 23).
Hal-hal semacam itulah, seperti: rasa malu, takut, rendah diri, bimbang, akan dapat menimbulkan frustasi atau putus asa, disorientation, atau mental breakdown yang dalam Kesehatan Mental dapat digolongkan pada gangguan-gangguan kejiwaan (neuroses) dan sakit jiwa (psychoses). Akibat selanjutnya adalah tidak terwujudnya ketenangan hidup dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, dan ini tidak saja terjadi pada orang dewasa saja bahkan anak-anak pun bisa terkena gejala-gejala penyakit mental (jiwa) atau sakit mental. Maka tidaklah heran jika baru-baru ini kita mendengar ada anak yang bunuh diri. Sebut saja namanya Heryanto, bocah kelas 6 SD, Nurdin usia 13 tahun, keduanya asal kota Garut, dan Nazar Ali Julian 13 tahun asal kota Cianjur (H.U. Pikiran Rakyat, 14 Maret 2004, hal. 13, kol. 1).
Mengambil satu dari empat definisi yang dikemukakan oleh Zakiah Daradjat (1985: 11) tentang Kesehatan Mental yang sesuai dengan gejala-gejala kejiwaan tersebut di atas, yakni "Kesehatan Mental adalah terhindar nya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neuroses) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychoses)".
Definisi ini banyak dianut di kalangan Psychiatry (kedokteran jiwa). Menurut definisi ini, orang yang sehat mentalnya ialah orang yang terhindar dari segala gangguan dan penyakit jiwa. Yakni orang dikatakan menderita gangguan jiwa bila: sering cemas tanpa diketahui sebabnya, malas, tidak ada kegairahan untuk bekerja rasa badan lesu dan sebagainya. Gejala-gejala tersebut dalam tingkat lanjutannya terdapat pada penyakit anxiety (cemas), neurasthenia (ketidaktenangan jiwa), dan hysteria (ketidakstabilan emosional). Sedangkan sakit jiwa adalah orang yang pandangannya jauh berbeda dari pandangan orang pada umumnya, jauh dari realitas, yang dalam istilah sehari-hari kita kenal dengan miring atau gila.
Kita mengetahui, setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah di sini ibaratnya sebuah benih yang membutuhkan orang lain untuk menumbuhkan benih itu sehingga berkembang. Hal ini berdasarkan hadits Nabi saw. (dalam Zuhairini, et. al., 1983:31):
مَامِنْ مَوْلُوْدٍ اِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفَطْرَةَ فَأَبَوَاهُ يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه
Artinya: Tidak ada seorang anak pun kecuali dilahirkan sesuai dengan fitrah, lalu kedua orang tuanya yang menjadikannya beragama Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi. (H.R. Bukhari Muslim)
Oleh karena itu, perkembangan anak akan meningkat sesuai dengan siapa dan bagaimana mendidiknya. Ia (anak) akan menjadi pribadi yang mempesona, ketika kita mengenal kan nya dengan nilai-nilai yang baik, mulia dan memberikan sejumlah kebebasan pada hal-hal tertentu dan berharap itu akan berlangsung terus sampai usia dewasa nya. Hal ini sangatlah penting, sebagaimana diungkapkan Ahmad Tafsir (1994: 157) bahwa, adanya pendidikan dalam rumah tangga yang akan memberikan arah atau bekal dalam diri anak. Yaitu, pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan hidup, yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya, dan kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah.
Mestinya, kedua macam bekal dari orang tua kepada putra-putrinya itu dapat diselenggarakan secara optimal dengan dukungan lingkungan anak yang memadai. Misalnya dengan memberikan penjelasan, pemahaman akan hikmah dan hakikat dari mata pelajaran agama Islam atau mata pelajaran yang lainnya yang diterima anak di sekolahnya (misal; hikmah tentang diwajibkan nya shalat, puasa, zakat), ataupun juga dengan membiasakan anak untuk shalat berjamaah di rumah atau di masjid, membiasakan anak untuk membaca Al-Qur'an, membiasakan mengucap salam dan masih banyak lagi contoh yang lainnya.
Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sebagian orang tua menganggap kurang pentingnya mata pelajaran agama yang tidak mempengaruhi kenaikan kelas anak-anak mereka. Sehingga pendidikan agama kurang diterima oleh anak-anak di rumah mereka.
Dilihat dari ilmu jiwa (kesehatan mental) maka, gejala-gejala perbuatan pada anak seperti membolos, uang sekolah dipakai jajan, berbohong, keras kepala, melawan dan tidak patuh kepada orang tua serta tindakan-tindakan/kelakuan-kelakuan yang mengganggu ketenangan orang lain dipandang sebagai manifestasi dari gangguan-gangguan jiwa akibat tekanan-tekanan batin yang tak dapat diungkapkan dengan wajar, dengan kata lain bahwa kenakalan anak-anak adalah ungkapan dari ketegangan perasaan (tension), kegelisahan dan kecemasan atau tekanan batin (frustatiori) (Yusak Burhanudin, 1999: 85). Hal inilah yang disebut gejala-gejala gangguan mental pada anak, yang pada tingkat lanjutannya yang lebih parah akan dapat mengakibatkan putus asa, stress atau bahkan melakukan bunuh diri.
Dengan adanya kondisi yang mengkhawatirkan seperti itu, ditambah dengan kondisi awal fitrah anak yang memang harus ditumbuhkan secara optimal, maka mengenalkan makna keagamaan kepada anak sedini mungkin menjadi sangat penting. Orang tua lah yang bisa memasukkan nilai-nilai ini pada anak dalam setiap gerak dan perilaku hidupnya. Usaha-usaha orang tua lah yang banyak membantu anak untuk mengakrabkan mereka dengan Tuhan, meluruskan logika berpikir nya, dan juga mengembangkan imajinasi anak. Maka, sikap ke seharian orang tua lah tentunya sangat berperan dalam memberikan sumbangan atas setiap perilakunya.
Disinilah peran seorang pendidik khususnya "orang tua sebagai pendidik" sangat besar pengaruhnya dalam membentuk jiwa yang sehat pada anak-anaknya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan nasehat dan penjelasan serta hikmah dari mata pelajaran agama Islam atau mata pelajaran yang lainnya yang diterima anak di sekolahnya, misalnya hikmah tentang mengapa diwajibkan nya shalat, puasa, zakat, dan bisa juga dengan membiasakan anak shalat berjamaah di masjid maupun di rumah, membiasakan anak-anaknya untuk membaca Al-Qur'an, mengucap salam, membaca basmalah pada setiap mulai melakukan sesuatu. Hal ini dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai ajaran agama yang akan menjadi pandangan hidup (way of life) anak yang akan mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya di masa dewasa nya serta penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah: dan diharapkan menjadikan anak yang sehat mentalnya, yaitu terhindar dari gangguan (neuroses) dan penyakit (psychoses) kejiwaan.
Dari uraian di atas, muncul beberapa persoalan, yaitu: bagaimanakah upaya membina kesehatan mental anak? Bagaimanakah kompetensi orang tua sebagai pendidik? dan bagaimanakah urgensi orang tua sebagai pendidik dalam membina kesehatan mental anak? mengingat pentingnya menjaga dan memelihara mental (jiwa) anak dengan maksud menjadikan anak yang sehat mentalnya. Namun pada kenyataannya masih sering kita lihat masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran (kenakalan) yang dilakukan oleh anak di dalam sekolah maupun di luar sekolah yang merupakan manifestasi/perwujudan dari gangguan-gangguan kejiwaan akibat kurangnya pembinaan yang ketat dari kedua orang tuanya.
Oleh karena itu, maka penulis ingin mengkaji lebih mendalam tentang persoalan tersebut yang dituangkan dalam sebuah penelitian yang berjudul: "Urgensi Orang Tua Sebagai Pendidik dalam Pembinaan Aspek Kesehatan Mental Anak" (Analisis Ilmu Pendidikan Islam).



B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka persoalannya dapat dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana upaya membina kesehatan mental anak?
2. Bagaimana kompetensi orang tua sebagai pendidik?
3. Bagaimana urgensi orang tua sebagai pendidik dalam membina kesehatan mental anak?
Kesehatan mental anak berarti terhindar nya seorang anak dari gangguan (neuroses) dan penyakit (psychoses) kejiwaan serta dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan potensi dirinya semaksimal mungkin, dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup (Zakiah Daradjat, 1985: 10-13).
Orang tua sebagai pendidik berarti bahwa orang tua menjadi seorang pendidik bagi anak-anaknya dalam lingkungan keluarganya. Ini disebabkan karena adanya suatu kewajiban yang secara kodrati memiliki naluri akan kasih dan sayang kepada anaknya sehingga orang tua senang mengasuh, merawat, dan memelihara anak-anaknya (Ahmad Tafsir, 1994: 161).





C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Urgensi Orang Tua Sebagai Pendidik dalam Membina Kesehatan Mental Anak. Secara rinci tujuan tersebut adalah untuk mengetahui:
1. Upaya membina kesehatan mental anak
2. Kompetensi orang tua sebagai pendidik
3. Urgensi orang tua sebagai pendidik dalam membina kesehatan mental anak

D. Kerangka Berpikir
Pengertian Ilmu Pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir (1994: 12), adalah Ilmu Pendidikan yang berdasarkan pada agama Islam. Adapun isi dari suatu ilmu itu sendiri adalah teori. Dengan demikian isi dari Ilmu Pendidikan Islam adalah teori-teori tentang pendidikan; dengan kata lain Ilmu Pendidikan Islam adalah merupakan kumpulan teori-teori tentang pendidikan yang berdasarkan ajaran agama Islam.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa isi dari Ilmu Pendidikan Islam adalah kumpulan teori-teori tentang pendidikan berdasarkan pada ajaran agama Islam, maka di dalam Ilmu Pendidikan Islam terdapat beberapa komponen yang nantinya antar masing-masing komponen akan membentuk suatu sistem, yaitu sistem pendidikan Islam. Komponen-komponen itu diantaranya ialah: dasar, tujuan, alat, metode, pendidik, peserta didik, dan lingkungan pendidikan Islam.
Khusus mengenai pendidik dalam Ilmu Pendidikan Islam dari komponen-komponen di atas, Sutari Imam Barnadib (1993: 61) menyebutkan bahwa pendidik adalah "tiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan". Selanjutnya ia menyebutkan bahwa pendidik itu ialah: 1) orang tua, (2) orang dewasa lain yang bertanggungjawab tentang kedewasaan anak. Sama halnya Heri Noer Aly (1999: 81-111) dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menyebutkan bahwa yang menjadi pendidik itu adalah: (1) diri sendiri sebagai pendidik, (2) orang tua sebagai pendidik, (3) guru sebagai pendidik, dan (4) masyarakat sebagai pendidik, yang kesemuanya didasarkan atas adanya suatu kewajiban dan rasa tanggungjawab untuk melaksanakan suatu pendidikan.
Dari uraian di atas, bahwasanya orang tua juga adalah sebagai pendidik dalam Ilmu Pendidikan Islam. Artinya bahwa orang tua menjadi seorang pendidik bagi anak-anaknya dalam lingkungan keluarganya (informal) disebabkan karena adanya suatu alasan, yaitu karena adanya suatu kewajiban dan secara kodrati orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anak yang dilahirkan nya; dan telah dibekali naluri akan kasih dan sayang kepada anaknya sehingga orang tua senang mendidik anak-anaknya.
Menurut Heri Noer Aly (1999: 113) yang dimaksud dengan peserta didik (anak didik) dalam Ilmu Pendidikan Islam adalah "setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangannya". Jadi, bukan hanya anak-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orang tuanya, bukan pula hanya anak-anak dalam usia sekolah. Pengertian ini didasarkan atas tujuan pendidikan, yaitu manusia sempurna yang utuh, yang untuk mencapainya manusia berusaha terus-menerus hingga akhir hayatnya.
Dari uraian tersebut dapat dimengerti tentang pengertian Pendidikan dikemukakan bahwa dalam pendidikan harus ada agen pendidik dan yang di didik sehingga terjadi proses interaksi atau proses dua kutub. Ini berarti bahwa "orang tua" juga adalah sebagai pendidik bagi anak-anak mereka di dalam lingkungan rumah tangganya, dan dalam arti yang lebih sempit (khusus) bahwa peserta didiknya (anak didik) adalah anak-anak mereka sendiri.
Dalam melaksanakan pendidikan bagi anak-anak yang dilakukan oleh orang tua di dalam lingkungan keluarganya (informal) adalah menjadi sesuatu hal yang sangat penting (urgen) selaku orang tua sebagai pendidik. Alasannya adalah karena adanya suatu kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anak serta secara kodrati orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anak yang dilahirkan nya, dan juga diberi naluri akan rasa kasih dan sayang sehingga orang tua senang mendidik anak-anaknya. Alasan yang lebih kuat lagi tentang urgensi orang tua sebagai pendidik bagi anak-anaknya yaitu, anak adalah merupakan suatu cobaan dan jika anak tidak di didik dengan benar, maka anak bisa menjadi musuh orang tuanya sendiri. Hal ini terdapat dalam Al-Qur'an surat at-Thaghabun ayat 14-15.
                             
Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Adapun kesehatan mental anak adalah terhindar nya seorang anak dari gangguan (neuroses) dan penyakit psychoses) kejiwaan, serta dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin (Zakiah Daradjat: 1985: 14). Sedangkan menurut Yusak Burhanudin (1999: 83) bahwa secara psikologis dan sosial, konsep sehat bagi anak meliputi kondisi anak yang sangat baik yang memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang secara wajar, sesuai dengan tuntutan sosio-budaya lingkungan sekitar mereka.
Dari uraian di atas maka, pendidikan yang sifatnya preventif kepada anak sangatlah penting (urgen) dilakukan oleh orang tua. Karena pendidikan anak dimaksudkan untuk menanamkan nilai atau dasar-dasar yang akan mewarnai pola tingkah kehidupannya di masa yang akan datang guna terhindar dari gangguan-gangguan mental (neuroses) maupun penyakit-penyakit mental (psychoses) sehingga diharapkan menjadi manusia (anak) yang sehat secara fisik, mental, spiritual dan sosialnya sehingga nantinya ia akan mampu melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ahmad Tafsir (1994: 7), yang menyatakan bahwa kunci pendidikan dalam rumah tangga sebenarnya terletak pada pendidikan rohani atau kalbu, lebih jelas lagi pendidikan bagi anak. Dikatakan sebagai kunci, karena pendidikan agama lah yang berperan besar dalam membentuk pandangan hidup seseorang. Ada dua arah mengenai kegunaan pendidikan agama dalam rumah tangga. Pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya. Kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah.
Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa yang menjadi pendidik dalam rumah tangga adalah kedua orang tua, oleh karenanya orang tua hendaklah mengetahui dan mengerti aspek-aspek (potensi/karakteristik) yang dimiliki oleh anak, metode-metode pendidikan anak, salah satunya adalah aspek kesehatan mental anak. Hanya orang tua lah yang lebih berpeluang dalam membina aspek kesehatan mental (kejiwaan) anak. Karena orang tua lah yang mengetahui banyak hal, baik watak, kecenderungan, kesukaan dan apa-apa yang dibenci oleh anak, yang semuanya belum tentu bisa dipahami orang lain (Arini Hidajati: 2002: 62).
Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran akan digambarkan sebagai berikut:










E. Langkah-langkah Penelitian
Apabila kita tinjau dari penulisannya, skripsi yang saya buat ini digolongkan dalam kajian dan riset perpustakaan (Library Research). Karena merupakan upaya penelitian yang dilakukan di berbagai perpustakaan mengenai buku-buku yang berkenaan dengan Ilmu Pendidikan Islam dan buku-buku yang berkenaan dengan Kesehatan Mental.
Untuk memperoleh data yang akurat, maka dalam penelitian ini langkah-langkah penelitian yang digunakan untuk mengkaji tentang "Urgensi Orang Tua Sebagai Pendidik dalam Pembinaan Aspek Kesehatan Mental Anak" ditinjau dari sudut pandang Ilmu Pendidikan Islam adalah melalui: menentukan jenis data, menentukan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, serta analisis data.
1. Jenis Data
Dilihat dari jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka data yang diambil adalah data kualitatif yaitu data tertulis yang dapat dijadikan sumber literatur seperti buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian ini.
Menurut Lofland dan Lofland (Lexy Moleong: 2000: 112) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik.


2. Sumber Data
Sebagaimana layaknya studi (research) kualitatif yang pengumpulan datanya melalui penelitian kepustakaan (library research), maka tidaklah dibutuhkan teknik-teknik pengumpulan data yang beraneka ragam seperti studi kualitatif di lapangan. Secara sederhana upaya yang dilakukan dalam pengumpulan data-data yang ada dalam buku-buku ini diklasifikasikan kepada dua bagian yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Menurut Cik Hasan Bisri (2001: 64), bahwa penentuan sumber data didasarkan atas jenis data yang ditentukan. Pada tahapan ini ditentukan sumber primer dan sekunder, terutama pada penelitian yang bersifat normatif yang didasarkan pada sumber dokumen atau bahan bacaan.
Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer nya adalah buku-buku yang berkaitan dengan Ilmu Pendidikan Islam, seperti: Ilmu Pendidikan Islam karya Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam karya Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam karya Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam karya Nur Uhbiyanti, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam karya Abdurrahman An-Nahlawi, Filsafat Pendidikan Islam karya Zuhairini, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam karya Ahmad D. Marimba.
Sedangkan untuk sumber data primer yang berkaitan dengan masalah Kesehatan Mental, penulis menggunakan sumber data dan buku-buku tentang Kesehatan Mental seperti: Kesehatan Mental karya Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental karya Yusak Burhanudin, Hygiene Mental karya Kartini Kartono, Psikologi Perkembangan Anak karya Reni Akhbar-Hawadi, Penyucian Jiwa (Tazkiyat Al-Nafs) dan Kesehatan Mental karya A. F. Jaelani, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja karya Syamsu Yusuf L.N., dan yang menjadi sumber data sekunder adalah buku-buku, literatur-literatur ataupun dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang dibahas.
3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analisis Isi (Content Analysis). Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian komunikasi yang bersifat empirik, metode ini bisa juga digunakan untuk penelitian pemikiran yang bersifat normatif, umpamanya penelitian mengenai teks al-Qur'an atau pemikiran ulama di berbagai kitab. Metode ini disebut juga penelitian deskriptif yaitu penelitian yang banyak diuraikan dalam bentuk laporan (Cik Hasan Bisri, 2000: 60).
Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research) dan teknik menyalin, yang dalam pengumpulan data ini selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan.
4. Analisis Data
Ditinjau dari segi teknik analisisnya, penelitian ini menggunakan teknik analisis sebagai berikut:
a. Teknik induktif, teknik berpikir dengan menggunakan premis-premis dari fakta yang bersifat khusus menuju ke arah yang umum sebagai kesimpulannya.
b. Teknik deductif, teknik berpikir dengan menggunakan premis-premis dari fakta yang bersifat umum menuju ke arah yang bersifat khusus.
c. Teknik konvergensi, yaitu teknik yang mempergunakan perpaduan kedua teknik di atas.
Secara spesifik pengkajian terhadap permasalahan di atas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencari masalah
Hal yang sangat mendasar yang perlu diketahui dalam suatu penelitian yaitu mencari masalah, sehingga dengan demikian dapat diberikan formulasinya secara tepat dan akurat.
2. Merumuskan masalah
Dengan pencarian suatu permasalahan, langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan/menginventarisasi permasalahan yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini.
3. Menginventarisasi data
Upaya untuk dapat memecahkan permasalahan perlu juga didukung dengan berbagai literatur yang ada, yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Baik data yang berasal dari Al-Qur'an, Hadits ataupun pendapat dari beberapa ahli.
4. Menganalisis data
Dari data-data yang terkumpul berkaitan dengan masalah yang dibahas, penulis melakukan pengolahan data dengan cara memadukan berbagai konsep untuk ditarik rumusan terbaik di samping analisis penulis tentang berbagai teori yang berkaitan dengan pembahasan, dan menggunakan teknik inductive. deductive dan convergent.
5. Membuat kesimpulan
Merupakan sejumlah uraian yang terakhir, merujuk pada rumusan tujuan penelitian secara konkrit.

MENGHAFAL SKENARIO FAKTA LURUS

MENGHAFAL SKENARIO FAKTA LURUS
Bayangkan sekelompok siswa yang disajikan dengan tugas belajar nama-nama presiden Amerika Serikat dan urutan di mana mereka melayani. Sebelumnya siswa telah belajar untuk menghitung 1-40 mnemonically. Artinya, setiap angka diwakili oleh kata yang berima yang memiliki citra yang melekat padanya. "Satu" adalah "bun," "dua" adalah "sepatu," dan seterusnya. Selain itu, setiap rangkaian dekade nomor (1 sampai 10, 11-20) terhubung ke lokasi atau pengaturan. Dekade 1-10 diwakili oleh satu scene taman musim semi, 10-20 oleh satu scene pantai musim panas, 21-30 oleh satu scene sepak bola jatuh, dan 31-40 oleh satu scene salju musim dingin.
Sekarang, memanfaatkan sistem ini asosiasi nomor, nama dan urutan presiden masing-masing disajikan kepada siswa dalam hal adegan tersebut, mnemonic untuk nomor, dan kata, yang disebut link-kata, dikaitkan dengan nama presiden. Jadi Lincoln (link), nomor enam belas (batang), disajikan dengan ilustrasi dari sebuah istana pasir di pantai dikelilingi oleh satu set tongkat yang terhubung bersama-sama. ilustrasi serupa digunakan untuk presiden lainnya. Para siswa mempelajari gambar dan kata-kata.
Mereka diberi hak test setelah mereka belajar dan lagi enam puluh hari kemudian.
Bagaimana efektif adalah pengalaman ini? Apakah para siswa belajar lebih dari siswa lain yang mencoba untuk menghafal nama-nama dan urutannya dengan menggunakan prosedur yang biasa untuk jangka waktu yang sama? Jawabannya adalah "ya."
PENGHAFALAN
Mahasiswa diajarkan materi asing jauh lebih cepat dari biasanya melalui penerapan berbagai cara Tugas menghafal sudah menjadi hal yang lumrah sepanjang hidup kita. Dari saat kelahiran sebuah dunia baru dan berbagai peristiwa secara langsung atau tidak langsung kita menghafal sekuruh kejadian tersebut. Selain itu, banyak disekeliling kita telah diberi nama. Harus belajar sejumlah kata dan kita belajar untuk menggabung-gabungkannya agar menjadi suatu kalimat.
Dengan kata lain, kita harus belajar memperbanyak makna akan kata-kata. Dalam setiap bidang studi yang baru, tugas utama adalah belajar kata-kata penting dan definisi bahasa, misalnya, Untuk menangani kimia kita harus mempelajari nama-nama unsur-unsur dan sifat -sifatnya. Untuk mempelajari sebuah benua kita harus mempelajari nama negara nya, gambar, peristiwa penting dalam sejarah manusia, dan sebagainya. Sedangkan mengenai Belajar bahasa asing awal melibatkan mengembangkan kosa kata kata yang terlihat dan terdengar-asing.
STUDI TENTANG MEMORI MEMILIKI SEJARAH PANJANG
Sejumlah prinsip-prinsip pembelajaran banyak berkembang yang bertujuan untuk mengajarkan strategi menghafal dan untuk membantu siswa belajar lebih efektif. Misalnya, materi yang particular guru memilih untuk fokus akan mempengaruhi informasi apa mempertahankan siswa. "Banyak item yang disajikan kepada seseorang dalam waktu singkat dan hanya orang-orang yang perhatian diarahkan masuk ke memori, dan hanya menerima latihan dipelihara cukup lama untuk mengamankan proses yang diperlukan untuk memperoleh hafalan yang cukup lama "(Estes, 1976, hal 7). Dengan kata lain, jika kita tidak memperhatikan sesuatu, kita tidak mungkin untuk mengingatnya.
Kedua, kita perlu hadir untuk itu sedemikian rupa bahwa kita berlatih kemudian ingat itu. Sebagai contoh, kami berjalan menembus hutan, jika kita tidak melihat dengan hati-hati pada batang pohon, kita tidak akan ingat mereka, meskipun beberapa gambar visual yang dapat dipertahankan secara serampangan. Kedua, bahkan jika kita memperhatikan mereka, kita perlu menggunakan informasi tersebut, misalnya dengan membandingkan pohon yang berbeda, untuk mengingatnya. ketika kita melatih kita mengembangkan isyarat pengambilan,
Ketika kita membandingkan batang pohon, contoh, kita membentuk konsep-konsep yang menyediakan dasar untuk menggambarkan batang dalam hubungannya dengan satu lain. Dengan kata lain, kita ganti spesifik dengan kategori, dan kategorisasi ini memberi kita dasar untuk isyarat Kedua sumber ilmiah dan populer setuju bahwa kemampuan untuk menghafal secara efektif.: menghafal dan mengingat Yang paling penting, individu dapat membuktikan kapasitas ini menghafal materi sehingga mereka dapat mengingatnya nanti.
TUJUAN DAN ASUMSI
kenangan kami tahun-tahun awal di sekolah kami biasanya menyertakan gambar perjuangan untuk menguasai daftar materi terstruktur seperti kata-kata baru suara, hari-hari dalam minggu itu, macam-macam negara, dan bangsa dan sebagainya adalah bentuk efektif menghafal.
Salah satu bentuk yang paling efektif kekuatan pribadi berasal dari pengetahuan., Melainkan penting untuk keberhasilan dan rasa yang baik Sepanjang hidup kita, kita harus mampu menghafal terampil. Untuk membuktikan kemampuannya meningkatkan kekuatan belajar ini,
 menghemat waktu
 mengarah ke lebih baik gudang informasi.
METODE WORD-LINK
Selama sepuluh tahun terakhir garis penting dari penelitian telah sampai pada apa yang disebut metode link-kata. Hasilnya adalah kemajuan besar dalam pengetahuan tentang menghafal serta berimplikasi praktis untuk desain bahan pembelajaran, untuk pengajaran di kelas dan les, dan untuk siswa.
Metode ini memiliki dua komponen, dengan asumsi bahwa pembelajaran adalah untuk menguasai materi asing.
1. Komponen pertama menyediakan siswa dengan bahan ajar untuk menghubungkan dengan item.
2. Yang kedua memberikan Asociation membentuk makna yang baru
Yang penting dari penelitian bahwa orang yang menguasai materi lebih cepat dan yang mempertahankan lebih lama umumnya menggunakan cara lebih rumit untuk menghafal materi. Biasanya yang demikian itu dihafal berulang-ulang sampai mereka percaya itu tertanam dalam ingatan mereka.
Temuan penting kedua adalah bahwa perangkat seperti kata "link" metode bahkan lebih rumit daripada metode yang digunakan oleh lebih "alami" karena lebih membutuhkan aktivitas mental hafalan biasa. Ukuran efek dari penelitian ini adalah mengesankan. Bahkan di (1985) Atkinson studi awal metode link-kata itu sekitar 50 persen lebih efektif daripada metode hafalan konvensional. Seperti yang kita 'dinyatakan sebelumnya, ada dua menggunakan jelas penelitian ini dalam mengajar. Pertama adalah untuk mengatur instruksi sehingga membuatnya semudah mungkin bagi siswa untuk membuat asosiasi. Dan untuk mengajar siswa untuk membuat link mereka sendiri ketika mereka belajar matenal baru.
Sejumlah populer "sistem memori" telah dikembangkan, tak satu pun didukung oleh penelitian yang Pressley, Levin, dan rekan mereka telah dihasilkan. Namun, beberapa dari sistem ini menggunakan prinsip-prinsip masuk akal.
Lorayne dan The Memory Lucas Buku (1974) adalah salah satunya, dan kita telah di atasnya untuk beberapa saran prosedur untuk digunakan dengan anak-anak. Kami mengulangi pertama pepatah penting bahwa sebelum kita bisa mengingat sesuatu yang kita harus terlebih dahulu mengurus itu. Model memori yang efektif harus mendorong perhatian pada apa yang harus dipelajari. Karena kita bisa melihat, merasakan, sentuhan, bau, maupun rasa menghasilkan asosiasi yang kuat untuk mengingat, Setiap saluran berisi materi lama kita dapat mengaitkan dengan yang baru. Jika kita "melihat" bunga, misalnya, sebagai gambar visual, sesuatu yang terasa dengan cara tertentu, memiliki bau khas, dan membuat suara renyah ketika batang utama dipotong, Kemungkinan mengingat itu (atau namanya) lebih besar daripada jika kita amati melalui hanya satu arti. Lorayne dan Lucas membangun model untuk meningkatkan: (1) perhatian pada apa yang harus dipelajari, (2) indra yang terlibat dalam menghadiri dan (3) asosiasi kita buat antara materi baru dan hal-hal yang sebelumnya telah dipelajari. Rasa bagaimana ini dilakukan dapat dilihat pada skema berikut:
KONSEP TENTANG MEMORY
Keenam konsep-konsep ini pada dasarnya prinsip-prinsip dan teknik untuk ingatan kita tentang materi pembelajaran. Sebelum kita dapat mengingat apa pun kita harus memberikan perhatiannyaatau berkonsentrasi pada, hal atau ide untuk diingat. "Pengamatan, adalah penting untuk kesadaran asli" (Lorayne dan Lucas, 1974, hal 6). Menurut Lorayne dan Lucas, apa pun yang kita sadar awalnya tidak bisa dilupakan. Asosiasi Aturan memori dasar adalah, "Anda Bisa Ingat Setiap Piece Baru Informasi jika itu adalah Asosiasi Terhadap Sesuatu Anda Sudah Tahu atau Ingat" (Lorayne dan Lucas, 1974, hal 7). Lorayne dan Lucas memberikan dua contoh dari memori Peraturan Dasar bahwa kebanyakan dari kita mungkin akan mengenali. Garis dari staf musik, EGBDF, sering diajarkan dengan meminta siswa untuk mengingat kalimat, "Setiap anak yang baik tidak baik-baik saja." Untuk membantu siswa mengingat ejaan sepotong, guru akan memberikan tanda pada sepotong kue.
Keterbatasan utama dari perangkat ini adalah bahwa mereka berlaku hanya untuk satu hal tertentu. Kita tidak dapat menggunakan kalimat sepotong kue selama lebih dari ejaan sepotong. Selain itu, kami biasanya perlu mengingat sejumlah ide. Untuk secara luas diterapkan sistem memori harus menerapkan lebih dari sekali dan link Haruskah beberapa pikiran atau item.
Link Sistem jantung prosedur memori connectine dua ide, dengan ide kedua memicu satu lagi, dan sebagainya. Anggaplah, misalnya, Anda ingin mengingat lima kata-kata berikut: rumah, glov.e, kursi, kompor, pohon. Anda harus membayangkan sebuah gambar yang tidak biasa, pertama dengan sebuah rumah dan sarung tangan, kemudian dengan sarung tangan dan pohon. Sebagai contoh, pada gambar pertama Anda bayangkan sebuah sarung tangan membuka pintu depan rumah salam keluarga sarung tangan. Gambar kedua mungkin sebuah pohon dengan sarung tangan tergantung seperti buah. Takingthe waktu untuk berkonsentrasi mengarang gambar-gambar dan kemudian untuk memvisualisasikan mereka akan memaksa asli sebuah areness
Kebanyakan memori prCiblems terurai menjadi entitas dari dua: Kita sering ingin mengasosiasikan nama dan tanggal atau tempat, nama dan ide-ide, kata-kata dan makna mereka, atau fakta yang membentuk hubungan antara dua gagasan. Konyol asosiasi Meskipun memang benar bahwa asosiasi adalah dasar dari memori, kekuatan proses asosiasi ini meningkat jika gambar tersebut jelas dan konyol, tidak mungkin, atau tidak logis. Sebuah pohon sarat dengan sarung tangan dan sarung tangan keluarga adalah contoh dasar konyol.
Ada beberapa cara untuk membuat konyol asosiasi '. Yang pertama adalah 'untuk menerapkan aturan substitusi. Jika Anda memiliki mobil dan sarung tangan, gambar sarung tangan: Iding sepanjang bukan mobil. Kedua, Anda dapat menerapkan out-of-proporsi-aturan membuat hal-hal kecil besar atau hal-hal besar miniatur "-misalnya, sebuah sarung tangan bisbol raksasa mengemudi sepanjang The berarti ketiga adalah aturan SI exaggera ¬, terutama dengan nomor jutaan Gambar.. sarung tangan berpawai di jalan Akhirnya,. mendapatkan tindakan dalam asosiasi. Pada contoh-contoh yang dibahas sebelumnya, sarung tangan adalah dering bel pintu dan berpawai di jalan.
Asosiasi membayangkan konyol sama sekali tidak sulit bagi kita ketika kita adalah anak-anak muda, tapi membuat gambar ini akan sulit bagi kami karena kami gelolder dan lebih logis. Aturan memori dasar sekarang perlu direvisi sedikit untuk memasukkan peran absurd. Ini harus membaca:





FASE SATU
MENGHADIRI UNTUK BAHAN FASE DUA
MENGEMBANGKAN
Gunakan teknik menggarisbawahi, listing, mencerminkan.
Membuat bahan akrab menggunakan kata kunci

FASE TIGA
MENGEMBANGKAN GAMBAR FASE EMPAT
BERLATIH
Gunakan teknik dasar konyol dan berlebihan. Revisi gambar. Praktik material mengingat sepenuhnya belajar.

Tabel 6-1 Sintaks dari Memori Model :
SISTEM SOSIAL
Sistem sosial adalah koperasi; para siswa dan tim guru wo untuk membentuk materi baru untuk komitmen untuk memori ..
PRINSIP REAKSI
Peran guru dalam model ini adalah untuk membantu pekerjaan siswa Kerja IT dari bingkai referensi siswa, guru membantu untuk mengidentifikasi barang dagangan utama, pasangan, dan gambar.
SISTEM PENDUKUNG
Gambar, bantuan beton, film, dan materi audiovisual lainnya. terutama berguna untuk meningkatkan kekayaan indrawi Assoc itu Namun, tidak ada sistem dukungan khusus diperlukan untuk model ini.
MODEL OF TEACHING
Model pembelajaran meliputi empat fase: menghadiri untuk bahan; mengembangkan koneksi; memperluas sensor gambar, dan berlatih ingat. Fase ini didasarkan pada prinsip perhatian dan teknik untuk peningkatan mengingat (lihat Tabel 6-1).
Sintaksis
Fase satu panggilan untuk kegiatan yang memerlukan pelajar untuk berkonsentrasi pada materi pembelajaran dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga membantu bahwa pelajar mengingatnya. contoh. Menggarisbawahi adalah salah satu cara untuk melakukan hal ini. Daftar ide-ide mereka secara terpisah dan mengulang kata-kata sendiri merupakan tugas yang perhatian pasukan. Akhirnya, merenungkan materi, membandingkan ide-ide, menentukan hubungan antara ide-ide adalah aktivitas menghadiri ketiga. Setelah material yang akan dipelajari telah diklarifikasi dan dievaluasi,
Beberapa dan kesadaran ini dapat mendorong mereka untuk melakukan yang kritis perimentation diri dengan belajar mereka sendiri dan mengingat prosedur yang seperti merupakan bagian penting dari perkembangan intelektual.
(Hasil yang kedua adalah peningkatan kemampuan imaging dan realisasi tn bahwa bentuk-bentuk pemikiran kreatif merupakan bagian penting dari vergent COI lebih, pembelajaran yang berorientasi informasi.
Dalam pelatihan untuk pencitraan, creativit dipelihara, dan mudah dengan main-main, pikiran kreatif dianjurkan. Imaging mengharuskan kami amati dan menghadiri dengan dunia di sekitar Akibatnya, penggunaan pencitraan sebagai bagian dari kerja memori disiplin kita di lingkungan kita cenderung secara otomatis. Akhirnya, tentu, kemampuan kita untuk mengingat bahan tertentu diperkuat dengan model ini kita menjadi lebih efektif memorizers.
Rangkuman Bagan
MODEL MEMORI
Sintaksis
Tahap Satu: Menghadiri untuk Bahan yang Gunakan teknik menggarisbawahi.
Tahap Dua: Mengembangkan Connections, Membuat bahan akrab dan mengembangkan koneksi menggunakan kata kunci, kata pengganti
Fase tiga: Memperluas Gambar Sensory
Gunakan teknik dasar konyol dan berlebihan. Revisi gambar.
Empat Tahap: Berlatih Recall
Praktik mengingat bahan sampai benar-benar dipelajari.
SISTEM SOSIAL
Sistem sosial adalah koperasi. Guru dan siswa menjadi tim kerja materi baru bersama. Inisiatif ini semakin harus becon: te siswa saat mereka mendapatkan kontrol atas strategi dan menggunakannya untuk menghafal ide-ide, kata-kata, dan formula.
PRINSIP REAKSI
Guru membantu siswa mengidentifikasi item, pasangan, dan gambar, menawarkan saran tetapi bekerja dari frame siswa acuan. Unsur-unsur asing harus untuk mernagsang siswa dar materi
APLIKASI
Memori Model ini berlaku untuk semua bidang kurikulum dimana material perlu memoriL.ed. Hal ini dapat digunakan dengan kelompok (kelas kimia menguasai tabel unsur) atau individu (mahasiswa le; trning puisi, cerita, pidato, atau bagian dalam memainkan).
Meskipun memiliki banyak kegunaan dalam bimbingan guru "sesi memori," itu aplikasinya luas setelah siswa telah menguasai dan dapat menggunakannya. Dengan demikian, model harus diajar sehingga ketergantungan pada guru berkurang dan siswa dapat menggunakan kapan pun prosedur yang mereka butuhkan untuk menghafal.

RESUME FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAM (PROF.DR. OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY)

RESUME
FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAM
(PROF.DR. OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY)


A. FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAM KANDUNGAN, SUMBER-SUMBER DAN SYARAT-SYARAT
1. Kandungan Falsafah Pendidikan Islam Dan Hubungannya Dengan Falsafah Islam Umum
Falsafah pendidikan tidak lain ialah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam pendidikan. Falsafah ini mencerminkan satu segi dan segi-segi pelaksanaan falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.
Dalam hubungan antara falsafah umum dan falsafah pendidikan itu, maka falsafah pendidikan telah diberi berbagai batasan antara lain sebagai berikut :
 Falsafah pendidikan yaitu aktifitas fikiran yang teratur yang menjadikan falsafah itu sebagai jalan untuk mengatur, menyeleraskan dan memadukan proses pendidikan.
 Tidak sebatas hanya mempelajari falsafah pendidikan saja, tetapi tetapi kita mempelajarinya karena percaya bahwa kajian itu sangat penting untuk mengembangkan pandangan kita terhadap proses pendidikan
 Falsafah pendidikan itu dapat dilaksanakan pada segalah macam dan bentuk pendidikan.
2. Pentingnya Pembinaan Falsafah Islam Untuk Pendidikan Pengajaran
Falsafah Islam itu sangat dianggap penting karena beberapa hal sebagai berikut :
 Falsafah pendidikan itu dapat menolong perancang-perancang pendidikan dan orang-orang yang melaksanakannya dalam suatu Negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidkan.
 Falsafah pendidikan dapat membentuk asas yang dapat ditentukan pandangan pengkajian yang umum yang khas.
 Falsafah pendidikan dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian pendidikan dalam arti yang menyeluruh.falsafah pendidikan bagi system pendidikan kita bisa menjadi corak dan pribadi yang khas dan istimewa sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai agama kita dan nilai-nilai umat Islam
3. Sumber-Sumber Dari Mana Diambil Falsafah Pendidikan Islam
Yang menjadi sumber bagi falsafah pendidikan adalah Al-Qur’an, dimana didalamnya mengatur hubungan antara manusia dan dan Tuhan dan segalah apa yang ada didalam jagat raya ini . termasuk unsur-unsur material, benda-benda , hewan dan begitu juga manusia.
Adapun diantara sumber-sumber tambahan yang menjadi dasar, prinsip, kepercayaan, dan kandungan-kandungan falsafah pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
 Cirri-ciri pertumbuhan pengajaran dari segi jasmani, intelektual, emosi dan spiritual dan penggeraknya yang bermacam-macam harus bisa diterima oleh akal.
 Nilai-nilai dan tradisi-tradisi yang baik harus menunjukan corak keIslaman.
 Hasil-hasil penyelidikan dan kajian-kajian pendidikan dan psikologi yang berlkaitan dengan sifatp-sifat, proses pendidikan dan tujuan pendidkan harus sesuai dengan roh Islami.
4. Unsur-unsur dan Syarat-Syarat falsafah Islam untuk Pendidikan
Unsur-unsur pendidikan islam yang didalamnya segalah prinsip, kepercayaan dan kandungannya harus sesuai dengan ruh (spirit) Islam.
Sedangkan syarat-syarat dari falsafah pendidikan Islam sendiri adalah sebagai berikut :
 Haruslah bebas dari segalah pertentangan dan persanggahan antara prinsip-prinsip kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasarnya, yaitu falsafah pendidikan islam yang notabennya harius bersumber pada Al-Qur’an
 Harus betul dan sehat dari segi pengandaian, seperti fikiran yang menjadi dasarnya. Yaitu filsafat yang bersumber dari Al-Qur’an

B. PRINSIP-PRINSIP YANG MENJADI DASAR PANDANGAN ISLAM TERHADAP JAGAT RAYA
1. Prinsip Yang Pertama : Percaya Yang Menyatakan Bahwa Pendidkan Yaitu Proses Dan Usaha Mencari Pengalaman Dan Perubahan Yang Diingini Oleh Tingkah Laku
Sebagaimana pendidikan umum sebagai proses pertumbuhan pembentukan pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku dan individu dan kelompok hanya akan berhasil melalui interaksi seseorang dengan perwujudan benda yang ada disekelilingnya , tempat ia hidup.
2. Prinsip Kedua : Kepercayaan Bahwa Jagat Raya Berarti Segalah Sesuatu Kecuali Allah
Prinsip yang kedua bahwa harus percaya semua yang ada didalam jagat raya ini, termasuk manusia, hewan, tumbuhan, matahari, bumi, langit, bulan dan lain-lain adalah segalah sesuatu yang bukan Allah, jadi konsep ketauhidan harus lebih diutamakan.
3. Prinsip Ketiga : Kepercayaan Bahwa Wujud Yang Mungkin Ialah Dengan Bendah Dan Ruh
Penjelasan mengenai kepercayaan bahwa wujud yang mungkin ialah dengan bendah dan ruh mungkin bahwa segalah sesuatu yang wujud ini seperti manusia, hewan, tumbuhan, langit, bumi dan lain-lain ialah tidak wujud dengan sendirinya tapi ada yang menggerakannya. Makanya pada prinsip disini menolak keras teori evolusi atau teori ketidak sengajaan.
4. Prinsip Keempat : Kepercayaan Bahwa Jagat Raya Ini Berubah Dan Beradah Dalam Gerakan Terus Menerus
Alam dan seluruh isi fenomenanya senantiasa berubah. Alam berkembang dan bergerak terus sesuai dengan hukum yang telah digariskan oleh sang Pencipta. Yaitu Allah SWT
5. Prinsip Kelima : Kepercayaan Bahwa Jagat Raya Ini Berjalan Menurut Undang-Undang Yang Pasti
Setiap unsure dan bagian dari alam ini bergerak mengikuti hukum umum yang tertentu dan berdasarkan kepada hubungan teratur yang menunjukan kesatuan tadbir dan peraturan. Makanya manusia dituntut untuk mencari kebenaran yang ada dalam alam ini.
6. Prinsip Keenam : Kepercayaan Bahwa Ada Hubungannya Antara Sebab Dan Akibat
Bahwa ada hubungan yang rapat dan langsung antara sebab dan akibat. Hal ini boleh dilihat oleh manusia dengan mnegamati kejadian dialam ini.
7. Prinsip ketuju : kepercayaan bahwa alam ini ialah teman terbaik bagi manusia dan alat yang terbaik bagi kemajuannya.
Pada hakekatnya bahwa alam yang ada ini merupakan teman yang baik bagi manusia bukan menjadi musuh bagi manusia karena alam ini adalah salah-satu faktor yang sangat mendukung peradaban manusia menjadi maju.
8. Prinsip kedelapan : kepercayaan bahwa alam ini baru
Alam jagat ini dan keseluruhannya bersifat baru. Baik asas cabang unsur maupun jiwanya.tanda-tanda bahwa alam ini dikatakan baru adalah kita bisa melihat dari anasir alam tersebut yang terus mengalami perubahan-perubahan.
9. Prinsip kesembilan : kepercayaan bahwa Allah Ta’ala Dialah pencipta alam ini
Penerimaan terhadap wujud barunya alam berarti menerima tentang wujud pencipta alam. Dengan kata lain bisa menguatkan adanya pencipta dari tidak ada. Dan pencipta inilah yang menjaga, melindungi dan menggerakan alam ini serta membaharui kejadian terus menerus.
10. Prinsip kesepuluh : kepercayaan bahwa Allah bersifat dengan dengan segalah sifat yang sempurna
Allah adalah pencipta alam dan sesisinya. Ia memilih cirri-ciri keunggulan sebagai Tuhan yang Mutlak. Ia bersifat dengan segalah kesempurnaan-Nya. Antara sifat-sifat kesempurnaan-Nya ialah bersifat : Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatulilhawadisi, Qiyamuhu binafsihi dan seterusnya…

C. PRINSIP-PRINSIP YANG MENJADI DASAR PANDANGAN ISLAM TERHADAP MANUSIA
Bagi falsafah pendidikan Islam, menetukan sikap dan tanggapan terhadap insan merupkan hal yang sangat penting dan fital. Sebab insan unsur yang sangat penting dalam tiap usaha mendidik. Makanya dalam prinsipnya juga Islam menaruh prinsip-prinsip dasar bagai manusia. Diatara prinsip-prinsip dasar Islam terhadap manusia adalah sebagai berikut.
1. Prinsip pertama : kepercayaan bahwa manusia ialah yang termuliah didalam jagat raya ini
Kayakinan tentang manusia itu adalah makhluk yang muliah dijagat raya ini. Karena Allah sendiri mengaruniakan keutamaan yang membedakan dari makhluk yang lain seperti Allah memberikan akal dan perasaan.makanya posisi manusia adalah menjadi makhluk yang muliah dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lain
2. Prinsip kedua : kepercayaan akan kemuliaan manusia
Kepercayaan akan kemuliaan manusia ini bisa dilihat dari posisi manusia itu sendiri yaitu manusia menjadi kholifah atau pemimpin dijagad raya ini. Karena seyogyanya manusia makhluk yang bisa dan mampu mengemban amanat. Dan perlu diingat keutamaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia bukan karena harta, warna, bentuk dan lain-lain tetapi karena keimannannya dan ketaqwaannya.
3. Prinsip ketiga : kepercayaan bahwa manusia itu hewan yang berfikir
Possisi manusia sebagai manusia yang mampu berbicara dengan bahsanya mampu menjadi media berfikir. Sehingga ia menjadikan alam dan seisinya sebagai objek renungannya dan bisa menghasilkan ilmu pengetahuan yang memicu timbulnya peradaban manusia yang maju karena pemikiran-pemikirannya. Beda dengan makhluk yang lain hanya bersifat statis. Makanya istilah peradaban hanya diperuntukna bagi manusia.
Berkaitan dengan ciri-ciri insan sendiri sebagai hewan yang berfikir menurut Islam adalah sebagai berikut :
 Mempunyai daya untuk bertutur
 Kecenderungan insan untuk beragama
 Kecenderungan berakhlak atau berbuat baik
 Kecenderungan bermasyarakat
4. Prinsip keempat : kepercayaan bahwa manusia mempunyai tiga dimensi : badan, akal dan ruh
Tiga dimensi yang ada dalam manusia (badan, akal dan ruh) merupakan mitra pokok yang ada dalam diri insan. Kemajuan, keselarasan, kesempurnaan keperibadian tergantung pada keselarasan tiga dimensi yang ada pada diri insane tersebut.
5. Prinsip kelima : kepercayaan bahwa manusia dalam pertumbuhannya terpengaruhi oleh faktor-faktor warisan dan alam lingkungan
Menyakini bahwa insan dengan seluruh perwatakan dan cirri pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua faktor, yaitu faktor warisan dan lingkungan. Dan faktor ini mempengaruhi insan dan berinteraksi dengannya sejak hari pertama ia menjadi embrio hingga keakhir hayat. Oleh karena itu begitu kuat percampuradukan keduanya pada diri manusia.
6. Prinsip keenam : kepercayaan bahwa manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan
Dalam diri manusia terdapat motivasi dan kebutuhan, hal ini ditandai dengan ketentuan Allah terhadap manusia bahwa manusia mempunyai naluri dididik dan mendidik. Dan dalam diri manusia juga terdapat dorongan karena adanya tujuan yang diharapkan baik didunia maupun di akherat kelak.
7. Prinsip : kepercayaan bahwa ada perbedaan perseorangan diantara manusia
Manusia walaupun dalam beberapa ciri dan sifat ada persamaan, tapi disisi lain diantara satu manusia dengan manusia yang lainnya terdapat titik perbedaan dalam banyak sifat, baik sifat yang diwarisi atau yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena faktor turunan dan lingkungan yang berbeda. Sehingga manusia berbeda dalam perawakan, kesedihan, sikap, dorongan, tujuan, dan jalan-jalan yang dilaluinya dalam memperoleh tujuan.
8. Prinsip kedelapan
Menyakini bahwa watak dari manusia adalah luwes, lentur (fleksible) bisa dibentuk dan diubah, karena manusia mampu untuk menguasai ilmu pengetahuan, menghayati dan sehat dengan adat-adat. Dan sebagainya

D. PRINSIP-PRINSIP YANG MENJADI DASAR PANDANGAN ISLAM TERHADAP MASYARAKAT
Islam juga sangat memperhatikan sekali terhadap masyarakat, makanya dalam Islam sendiri ketika berbicara mengenai masyarakat, Islam memberikan beberapa prinsip diantanya adalah senagai berikut :
1. Prinsip pertama : kepercayaan bahwa manusia itu sekumpulan individu dan sekelompok yang diikat oleh kesatuan tanah air, kebudayaan dan agama
Kepercayaan bahwa manusia itu adalah sekumpulan individu dan sekelompok yang diikat oleh kesatuan tanah air, kebudayaan dan agama, makanya antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya harus saling menjaga, menghormati dan menghargai.

2. Prinsip kedua : kepercayaan bahwa masyarakat Islam mempunyai identitas khas dan ciri-ciri tersendiri
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang merangkum idialisme dan realisme. Masyarakat yang mengimbangi tuntutan dunia dan akherat, masyarakat yang mampu membina fisik, akal dan ruhani, mengimbangi tuntutan pribadi dan orang lain, sedangkan beberapa ciri-ciri dari masyarakat Islam sendiri adalah sebagai berikut :
 Masyarakat Islam wujud atas tonggak iman kepada Allah SWT, para nabi, rasul dan kitab-kitab samawi, ahri akhir, hari kebangkitan, hari berkumpul dipadang maksar, perhitungan dan balasan. Prinsip tersebut adalah prinsip tauhid yang bisa melebur syirik agama yaitu penyembahan selain Allah.
 Agama diletakan pada proposi yang tertinggi
 Penilaian yang tinggi diberikan kepada akhlak dan tata susila
 Ilmu diberi perhatian yang berat
 Masyarakat Islam menghormati dan menjaga kehormatan insan
 Keluarga dan kehidupan keluarga mendapat perhatian yang besar
 Masyarakat islam ialah masyarakat yang dinamik
 Kerja mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam masyarakat Islam
 Nilai dan peranan harta diperhitungkan untuk menjaga kehormatan insan dan pembangunan masyarakat umat
 Kekuatan dan keteguhan yang dilentur oleh agama
 Masyarakat Islam bersifat insaniyah
3. Prinsip ketiga : kepercayaan bahwa dasar pembinaan masyarakat islam adalah aqidah keimanan tentang wujud, dan keEsaan Allah
Masyarakat Islam ialah masyarakat yang mempunyai ciri beriman kepada Allah, mampu memberikan kepada orang lain rasa aman dan damai, dan masyarakat yang percaya kepada diri dan percaya kepada orang lain.
4. Prinsip keempat : kepercayaan bahwa agama itu akidah, ibadah, dan muamalah
Agama dalam pengertian yang luas yaitu menerangkan setiap yang berhubungan dengan akidah, ibadah, pergaulan. Dan dari agam juga kehidupan mampu mengambil nilai, mendapat arah dan mendapat dasar atau pokok dalam kehidupan.agama juga menjadi faktor penyokong yang baik dalam perkembangan diri insan atau masyarakat. Agama pada hakekatnya mengarahkan kepada konsep habluminallah dan habluminnas.
5. Prinsip kelima : kepercayaan bahwa ilmu itu adalah dasar yang terbaik bagi kemajuan masyarakat sesudah agama
Ilmu dalam arti yang sebenar-benarnya adalah menjadi asas sesudah iman, agama dan akhlak untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran masyarakat, baik dalam bidang material maupun sepiritual.
6. Prinsip keenam : kepercayaan bahwa masyarakat selalu berubah
Masyarakat pada prinsip adalah berubah, baik perubahan itu meliputi struktur masyarakat, susunan lapis, sistem., kebudayaan, nilai, akhlak dan cara hidup, tradisi, kebiasaan dan undang-undang dan segalah sesuatu yang ada pada masyarakat tersebut.
7. Prinsip ketuju : kepercayaan pada pentingnya individu dalam masyarakat
Pribadi merupakan un it atau sel pertama bagi terbentuknya masyarakat manusia. Kalaulah satu pribadi dengan pribadi yang lain baik maka secara otomatis masyarakat manusia juga akan baik, makany pentingnya individu-individu yang baik dalam masyarakat manusia.
8. Prinsip kedelapan : kepercayaan pada pentingnya keluarga dalam masyarakat
Keluarga merupakan unit pertama bagi Institusi dalam masyarakat manusia.keluarga menempati posisi yang sangat penting setelah perorangan dalam pembentukan masyarakat. Melihat pentingnya posisi keluarga ini, maka wajiblah ia didirikan atas dasar keimanan, kebenaran, keadilan, kasih saying, tolong-menolong dan saling hormat menghormati.
Ketika antar keluarga yang satu dengan keluarga yang lain baik maka secara otomatis akan menciptakan masyarakat yang baik pula.
9. Prinsip kesembilan : kepercayaan bahwa segalah yang menuju kesejahteraan bersama, keadilan, dan kemaslahatan antara manusia termasuk diantar atujuan-tujuan syari’at islamiyah
Percaya bahwa segalah perkara yang bisa menciptakan tolong menolong setia kawan, persaudaraan, kasih sayang, cinta mencintai sesama merupakan teras-teras tujuan syari’at Islam dan maksud yang ingin dicapai oleh agama Islam yang Suci. Maka haruslah digalangkan dan diberi jalan. Dalam beberapa hal diatas terdapat beberapa prinsip diantaranya adalah sebagai berikut :
 Prinsip maslahat umat
 Prinsip keadilan
 Prinsip persamaan
 Prinsip keseimbanagn sosial
 Prinsip jaminan dan setia kawan

E. PRINSIP-PRINSIP YANG MENJADI DASAR TEORI PENGETAHUAN PADA PEMIKIRAN ISLAM
Pada pembicaraan kita tentang pengetahuan ini, atau tentang teori pengetahuan ini terdapat beberap prinsip. Terkait denagn prinsip-prinsip yang menjadi dasar tentang teori pengetahuan penulis akan mencoba menguraikan dengan singkat yaitu sebagai berikut.
1. Prinsip pertama : kepercayaan akan pentingnya pengetahuan sebagai tujuan asasi pendidikan
Pentingnya pengetahuan sebagai tujuan hidup manusia menyebabkan manusia dituntut untuk belajar dan berpendidikan, karena dengan belajar atau dengan pendidikan manusia akan mendapatkan kemajuan dalam kehidupannya. Semakin maju manusia terhadap pengetahuan maka semakin maju pula kehidupannya yang didalamnya menyangkut bidang ekonomi, politik, budaya, dan tak terkecuali peradaban manusia.
2. Prinsip kedua : kepercayaan bahwa pengetahuan adalah segalah yang kita capai dengan pancaindra atau akal kita atau kita terima melalui intuisi, atau ilham atau agama
Percaya bahwa pengetahuan manusia adalah maklumat, fikiran-fikiran, pengertian-pengertian, tafsiran-tafsiran yang kesemuanya itu dapat diperoleh dengan panca indra, intuisi, atau ilham atau agam menurut tingkatan-tingkatannya dan cara Allah memberikan kepadanya, karena kita ketahui cara Allah dalam memberikan pengetahuan terhadap hambahnya sangat berbeda.
3. Prinsip ketiga : kepercayaan terhadap pentingnya pengetahuan pada keutamaan nilainya
Percaya bahwa pengetahuan manusia berbeda mutu dan nilainya sesuai dengan perkara dan tujuannya. Dalam hal pengetahuan, pengetahuan yang paling tinggi adalah mengetahui Allah SWT. Menurut pandangan orang sufi sendiri bahwa pengetahaun kepada Allah adalah dasar agama. Maka Islam menaruh perhatian yang serius terhadap pengetahuan.
4. Prinsip keempat : kepercayaan bahwa pengetahuan manusia mempunyai berbagai sumber
Yang menjadi sumber dari pengetahuan manusia adalah : akal, bacaan, panca indra dan anugrah ilahi
5. Prinsip kelima : kepercayaan bahwa pengetahuan itu berpisah dariakal yang mengetahuinya
Pengetahuan itu terlepas dari akal yang mengamatinya dan tersimpan didalamnya, jadi memperoleh pengetahuan tidak lebih dari salah satu fungsi akal , sebelum ia memperoleh pengetahuan itu, akal di anggap suatu daya yang terbatas.
6. Prinsip keenam : kepercayaan bahwa pengetahuan yang baik yaitu yang didalamnya terkandung keyakinan dan kesesuaian dengan agama
Pengetahuan itu dia nggap baik apabila terdapat kesesuaian dengan agama, karena agama sendiri menaru perhatian terhadap pengetahuan. Hal ini ditandai dengan isi Al-Qur’an sebagai pedoman atau sumber pengetahuan yang sangat masuk akal.

F. PRINSIP-PRINSIP YANG MENJADI DASAR FALSAFAH AKHLAK DALAM ISLAM
Prinsip-prinsip yang kita bahas dalam poin ini adalah berkaitan dengan akhlak dalam islam, untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut.
1. Prinsip pertama : kepercayaan akan pentingnya akhlak dan hidup
Akhlak merupakan diantara makna yang terpenting dalam kehidupan. Rasulullah sendiri diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak. Dampak dari ibadah adalah akhlak dan akhlak sendiri termasuk dalam rukun agama, makanya ketika kita hidup beragama dituntut agar berakhlak.
2. Prinsip kedua : kepercayaan bahwa akhlak itu sikap yang mendalam didalam jiwa
Akhlak adalah kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa . akhlak juga suatu faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia dan pada kebolehannya untuk menyesuaikan dengan lingkungannya.
3. Prinsip ketiga : kepercayaan bahwa akhlak dalam Islam ialah mencapai kebahagiaan dunia dan akherat dan kebaikan bagi masyarakat
Percaya bahwa akhlak yang berdasarkan pada syari’at Islam yang kekal yang ditunjukan oleh teks-teks agama Islam dan ajaran-ajarannya itu adalah akhlak kemanusiaan yang muliah yang bisa bisa menyebabkan kebahagiaan baik didunia maupun diakherat yang didalamnya juga terdapat kebaikan bagi masyarakat umum
4. Prinsip keempat : kepercayaan bahwa tujuan akhlak dalam Islam ialah mencapai kebahagiaan dunia dan akherat bagi individu dan kebaikan bagi masyarakat
Tujuan tertinggi dari akhlak adalah mendapatkan kebahagiaan baik didunia maupun diakherat, kesempurnaan jiwa bagi individu dan menciptakan kemajuan.
Akhlak tidak sebatas untuk medapatkan kebahagiaan diakherat saja, tetapi sekaligus mendapatkan kebahagiaan di dunia
5. Prinsip kelima : kepercayaan bahwa akhlak Islam itu akhlak kemanusiaan yang sesuai dengan fitrah manusia
Agama Islam adalah sumber tertinggi bagi akhlak Islam dan faktor terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan akhlak ini, dan mamapu memberikan corak yang berbeda dengan yang lainnya. Juga ia adalah sumber terpenting terhadap prinsip-prinsip, dasar-dasar, dan nilai-nilai dalam kehidupan.
Dan aklak islam sendiri bersifat kemanusiaan, dimana orang Islam dituntut untuk memperhatikan kemanusiaan, makanya didalam Islam sendiri orang Islam ketika bermasyarakat atau bersosisalisasi diharuskan untuk saling menghormati, menghargai, dan lain-lain
6. Prinsip keenam : Teori akhlak
kepercayaan bahwa teori akhlak tidak sempurna kecuali kalau disitu ditentukan sebagian konsep-konsep asas seperti akhlak hati-nurani, kemestian akhlak hukum akhlak, tanggung jawab akhlak, dan ganjaran akhlak

G. TUJUAN-TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
1. Konsep tujuan pendidikan Islam
Tujuan penddikan islam adalah terjadi perubahan yang asasi pada faktor-faktor dibawah ini :
 Tujuan-tujuan individu yang berkaitan dengan individu
 Tujuan-tujuan social yang berkaitan dnegan kehidupan bermasyarakat
 Tujuan prifesional, yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu

2. Tahap-tahap tujuan pendidikan
Ada beberapa tahap dalam tujuan pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut :
 Tujuan tertinggi atau terahir bagi pendidikan adalah tujuan yang tidak diatasi oleh tujuan lain tetapi harus bertujuan hanya kepada Allah SWT
 Tujuan-tujuan umum bagi pendidikan adalah maksud-maksud, metode-metode atau perubahan-perubahan ynag dikehendaki oleh pendidikan untuk mencapainya.
 Tujuan-tujuan khas pendidikan, yaitu perubahan-perubahan yang diiingini yang bersifat cabang atau bagian yang termasuk dibawah tujuan-tujuan daripada tujuan-tujuan yang bersifat umum.
3. Sumber-sumber yang menjadi dasar tujuan-tujuan pendidikan Islam
Yang mnejadi sumber-sumber yang mendasari bagi tujuan-tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
 Al-Qur’an
 As-Sunnah
 Peninggalan ulama terdahulu
4. Ciri-ciri tujuan pendidikan Islam dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar tujuan ini
Ciri-ciri yang khas bagi tujuan-tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
 Prinsip menyeluruh
 Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan
 Prinsip kejelasan
 Prinsip tak ada pertentangan
 Prinsip realisme dan dapat diselesaikan
 Prinsip perubahan yang dingini
 Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan perseorangan
 Prinsip dinamisme dan menerimah perubahan dan perkembangan dalam rangka metode-metode keseluruhan yang terdapat dalam agama

5. Sebagian tujuan-tujuan individu dan sosial umum yang ingin dicapai oleh pendidikan Islam
Tujuan individu dan sosial adalah dua hal yang ingin di capai oleh pendidikan Islam karena keudanya adalah faktor yang terpenting yang berpengaruh pada proses dan tujuan-tujuan dalam Islam, selepas faktor agama.
6. Pertama : tujuan individu umum bagi pendidikan Islam
Faktor-faktor yang berkisar atau berkaitan dengan tujuan individual adalah pembinaan pribadi muslim yang terpadu dalam perkembangan dari segi spiritual, emosi, intelektual, dan social.
7. Kedua : tujuan-tujuan social umum bagi pendidikan Islam
Factor-faktor yang berkisar atau berkaitan dengan tujuan sosial adalah pembinaan masyarakat muslim yang terpadu dalam perkembangan dari segi spiritual, social, ekonomi, dan politik.

H. FALSAFAH KURIKULUM DAN PELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1. Pentingnya kurikulum pada pendidikan Islam
Posisi kurikulum dalam pendidikan Islam menempati posisi penting karena seyogyanya pendidikan adalah proses dalam rangkah memperoleh hasil secara terencana, begitu juga ketika mengadakannya harus ada acuan yang jelas. Dan acuan tersebut adalah kurikulum
2. Konsep-konsep kurikulum pada pendidikan Islam
Konsep kurikulum pada pendidikan Islam adalah seperangkat pemnbelajaran yang menjadi acuan dalam rangkah memperoleh tujuan yang diharapkan yang sesuai dengan ajaran Islam atau yang berdasarkan Syari’at Islam
3. Ciri-ciri umum pada kurikulum pada pendidikan Islam
Ciri-ciri umum pada kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
 kurikulum dalam pendidkan Islam harus berkaitan kondisi dan situasi yang ada
 kurikulum harus bersifat dinamis, dan snaggup menerima perubahan, dan perkembangan
 kurikulum pendidikan Islam harus mampu memelihara kebutuhan-kebutuhan yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik.
4. Prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pada pendidikan Islam
Tentang prinsip-prinsip umu yang menjadi dasar kirukulum pendidikan Islam , maka yang terpenting adalah sebagai berikut :
 prinsip pertama : bertautan sempurna dengan agama termasuk ajaran dan nilai-nilainya.
 Prinsip kedua : prinsip-prinsip menyeluruh pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum
 Prinsip ketiga : keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
 Prinsip keempat : berkaitan dengan bakat, minat dan kemampuan, dan kebutuhan belajar, begiru juga dengan alam sekitar fisik dan sosial dimana pelajar itu hidup dan interaksi untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan.
 Prinsip kelima : memelihara perbedaan-perbedaan individu diantara para pelajar-pelajar dalam bakat-bakat dan kemauna-kemauan mereka.
 Prinsip keenam : prinsip perkembangan dan perubahan
 Prinsip ketujua : prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktifitas yang terkandung dalam kurikulum.
5. Dasar-dasar umum yang menjadi asas kurikulum pendidikan Islam
a. Dasar Agama
Tentang dasar pertama ini adalah segalah sistem yang ada dalam masyarakat, termasuk system pendidikan harus melekatkan dasar falsafah , tujuan dan kurikulumya pada agama Islam

b. Dasar Falsafah
Yang menjadi dasar falsafat bagi kurikulum adalah kurikulum harus berdasarkan falsafah-falsafah sebagai berikut :
 Falsafah idialisme
 Falsafah realisme natural
 Falsafah humanisme intelektual
 Falsafah realisme klasik
 Falsafah naturalisme romantic
 Falsafah pragmatisme
c. Dasar psikolofis
Dasar psikologis disini adalah kurikulum harus bersangkut paut dengan cirri-ciri perkembangan belajar, bakat-bakat jasmanai, intelektual, bahasa, emosi dan sosial.
d. Dasar sosial
Kurikulum berdasarkan dasar sosial adalah kurikulum harus turut serta dalam proses kemasyarakatan yang bersifat sosial.
6. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum pendidikan Islam
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum pendidikan Islam adalah kurikulum harus memberikan subangsi yang menyeluruh dan terpadu pada pribadi pelajar dan masyarakat Islam pada umumnya.
7. Penjenisan (classification) yang mungkin bagi pendidikan Islam
Penjenisan atau pembagian kurikulum dalam pendidikan islam diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
 Kurikulum tahap pertama (dasar)
 Kurikulum tingkat Tinggi

I. FALSAFAH METODE MENGAJAR PADA PENDIDIKAN ISLAM
1. Konsep metode pengajaran dan pentingnya pendidikan Islam
Metode mengajar adalah jalan seorang guru dalam memberi faham kepada murid-muridnya dan merobah tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang diinginkan
2. Berbagai-bagai penjelasan bagi metode mengajar
Penjelasan mengenai metode mengajar sangat berfariasi sehingga dikatakan bahwa terkait dengan metode mengajar tidak ada larangan dalam Islam menggunakan metode mengajar, asalakan tidak menyimpang dari ajara agama Islam
3. Metode mengajar umum (general methodology)yang terpenting pada pendidikan Islam
a. Metode induktif
Metode ini bertujaun untuk membimbing pelajar untuk menegatahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan atau induksi
b. Metode analogi
Metode ini adalah metode pengqiasan atau mencari persamaan.
c. Metode kuliah
Metode kuliah adalah metode yang menyatakan bahwa mengajar menyiapkan pengajaran dan kuliahnya, mencatat perkara-perkara yang terpenting yang ingin diperbincangkan
d. Metode cakapan dan diskusi
Metode ini adalah metode yang didasarkan pada dialog, perbincangan melalui Tanya jawab untuk samapi kepada fakta yang tidak diragukan.
e. Metode kelompok kecil (halaqah) ceritera, mendengar, membaca, memberi catatan, menghafal, berfikir dan melawat
Metode demikian adalah metode tradisional yang biasanya dilakukan oleh yayasan-yayasan pendidikan tradisional dan pondok pesantern.
4. Ciri-ciri dan tujuan umum bagi metode mengajar pada pendidikan Islam
a. pertama : cirri-ciri umum bagi mengajar pada pendidikan Islam
Diantar aciri-ciri umum yang paling menonjol adalah sebagai berikut :
 Berpadunya metode dan cara-cara, dari segi tujuan dan alat, dengan jiwa ajaran dan akhlak Islam yang muliah
 Metode tersebut harus bersifat luwes dan menerimah perubahan
 Metode tersebut berusaha sungguh-sungguh dalam menerangkan teori dan praktek
 Membuang cara-cara peringkasan dalam pengajaran
 Menekankan kebebasan murid-murid untuk berdiskusi
b. Kedua : tujuan-tujuan bagi mengajar pada pendidikan Islam
 Menolong pelajar untuk mengembangkan pengetahuan
 Membiasakan pelajar menghafal, memahami, berfikir sehat, dan memperhatikan dengan tepat dalam proses pembelajaran
 Memudahkan proses pembelajaran itu bagi pelajar
 Menciptakan suasana yang sesuai dengan pelajaran
5. Asas-asas umum bagi metode mengajar pada pendidikan Islam
a. Pertama : asas agama yaitu prinsip-prinsip yang terkandung dalam metode harus berdasarkan pada agama Islam
b. Kedua : asas biologis dan psikologis yaitu metode harus bisa mensesuaikan dengan keadaan biologis dan psikologis peserta didik baik secara individu atau kolektif
c. Ketiga : asas social yaitu metode harus disesuaikan dengan keadaan social dimana peserta didik hidup
6. Prinsip-prinsip umum terpenting yang menjadi dasar metode mengajar pada pendidikan Islam
a. Pertama : perlu mengetahuai motivasi, kebutuhan dan minat belajar
Metode harus bisa menumbuhkan motivasi peserta didik, disamping itu juga metode harus mengetahui kebutuhan dan minat peserta didik
b. Kedua : perlu mengetahui tujuan belajar
Metode harus bisa menjaga tujuan pelajar dan menolongnya mengembangkan tujuan yang direncanakan
c. Ketiga : perlu mengetahui tahap kematangan belajar
Metode harus mampu mengetahui tahap kematangan belajar peserta didik
d. Keempat : perlu mengetahui perbedaan-perbedaan individual diantara
Perlunya menjaga perbedaan-perbedaan perseorangan diantara pelajar-pelajar, jadi seyogyanya seorang guru dalam menggunakan metode pembelajaran harus bisa memilih dan menetukan perbedaan-perbedaan peserta didik
e. Kelima : perlu menyediakan peluang pengalaman praktek
Pendidik seharusnya mempersiapkan peluang partisipasi yang praktikural. Pendidik muslim mengetahui pentingnya motivasi dan tujuan, dan memmelihara perbedaan-perbedaan individu peserta didik.
f. Keenam : pentingnya memperhatikan kefahaman
Maksud disini adalah seorang guru dalam mengunakan metode harus memhami potensi, minat, kebutuhan seornag siswa atau peserta didik
g. Ketuju : perlu menjadikan proses pendidikan itu sebagai pengalaman yang mengembirakan bagi pelajar.
Perlu menjadikan proses pendidikan itu sebagai pengalaman yang mengembirakan bagi pelajar dengan cara seorang pendidik harus menjadi tauladan yang baik bagi anak-anaknya, menaroh pengertian dalam faktor-faktor pemahaman, dan lain-lain

Minggu, 18 April 2010

GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
”Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, adalah suatu ungkapan yang sangat akrab dengan kita. Ungkapan ini ditujukan kepada guru yang seluruh hidupnya dibaktikan untuk mengajar, membimbing, mengarahkan manusia ke jalan yang benar, tanpa pamrih dan tidak mengharap tanda jasa dari orang.
Guru adalah pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijaksana, pencetak para tokoh dan pemimpin ummat. Oleh sebab itu, seorang guru dituntut memilki berbagai sifat dan sikap yang terpuji dalam ucapan, pikiran dan perilakunya.
Seluruh nabi dan rasul yang diutus oleh Allah swt. adalah seorang guru yang mengajar, membimbing dan mengarahkan pengikutnya ke jalan yang dicintai Allah swt. tanpa sedikitpun mengharap pamrih dan balas jasa.
Di dalam makalah yang sederhana ini akan dibahas seputar sosok guru pendidikan Islam, seperti: arti penting seorang guru pendidikan Islam, sifat-sifat, faktor-faktor kesuksesan, posisi guru dalam aktifitas sekolah, dan perbedaan guru pendidikan Islam dengan guru pada materi lain.
Untuk memudahkan dalam pembahasan makalah ini maka pemakalah akan mencoba merumuskan makalah ini, yaitu sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Guru
2. Bagaimana Arti Penting Seorang Guru dalam Pendidikan Islam
3. Bagaimana Karakter Seorang Guru Pendidikan Islam
4. Bagaimana Tanggung Jawab Seorang Guru Pendidikan Islam
5. Bagaimana Guru Menurut Para Filosof Muslim
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang :
1. Pengertian Guru
2. Arti Penting Seorang Guru dalam Pendidikan Islam
3. Karakter Seorang Guru Pendidikan Islam
4. Tanggung Jawab Seorang Guru Pendidikan Islam
5. Guru Menurut Para Filosof Muslim












BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Guru
Secara pengertian tradisional guru adalah seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan (guru professional dan implementasi kuurikulum, syafruddin nurdin dan basyiruddin usman. . Sedangkan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.( Undang-undang system pendidikan Nasional No 20. Tahun 2003 tentang sisitem pendidikan nasional) Dengan menelaah dari pengertian guru diatas dapat disimpulkan bahwa seorang guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan saja yang berada di depan kelas akan tetapi guru merupakan enaga professional yang dapt menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi.
B. Arti Penting Seorang Guru dalam Pendidikan Islam
Al-Imam ’Al Ibra. Mengatakan, bahwa seorang guru adalah pilar dalam pendidikan, pengajaran dan dakwah. Guru adalah media pengajaran pertama dan utama untuk mewujudkan tujuan dan prinsip yang diyakininya, dipundaknya tergantung cita-cita, arahan dan penilaian. Dengan kemampuan yang dimiliki seorang guru, ia dapat mempersiapkan dan melahirkan generasi dan pemuda yang terdidik dengan secara ilmiah, akhlak, perilaku. Di pundaknya pula tergantung kemungkinan penerapan agama dan akidah Islam.
Sosok guru adalah sumber cahaya satu-satunya yang dapat menyelamatkan siswa dan pemuda dari kemerosotan akhlak, menghindarkan mereka dari kegelapan hidup, melindungi mereka dari kerusakan dan penyimpangan, dan mengajak mereka cembali kepada syariat Allah swt. Inilah sesungguhnya misi utama seorang guru, seperti yang difirmankan Allah swt. Dalam QS. Ibrohim (14): 10
      ••           
Artinya : “ Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”
Berhasilnya penggunaan media dan metode pengajaran, sesungguhnya tergantung pada guru. Jadi, jika negara atau kementerian pendidikan berkeinginan untuk menerapakan metode pengajaran yang paling handal dengan media yang memadai, atau berkeinginan untuk merubah kuruikulum dengan yang lebih baik, berhasil dan gagalnya keinginan tersebut, sesungguhnya, semuanya tegantung kepada guru. Karena gurulah pelaku pertama dan utama keinginan tersebut, jika guru mampu menggunakan dan menerpakannya, maka keberhasilan akan terlihat dengan segera, tapi sebaliknya, jika guru tidak memiliki kafasitas dan kapabelitas dalam penggunaannya, maka kegagalan agar terjadi.
Pentingnya arti seorang guru, pada hakikatnya nampak pada kepribadiannya, perilaku dan kemampuannya memberi kesan dan pengaruh pada hati dan jiwa murid, terlebih lagi pada tingakatan dasar dan menengah.
C. Karakter Seorang Guru Pendidikan Islam
1. Guru pendidikan Islam adalah pemegang obor dakwah
Guru pendidikan agama Islam adalah pemegang obor dakwah, itu artinya seorang guru seharusnya senantiasa mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk pengembangannya, cara-cara penyiarannya. Tugas guru pendidikan agama Islam bukan hanya mencari gaji dari pekerjaannya, ia sesungguhnya, baik di sekolah, di masjid ataupun di dalam masyarakat, adalah media penyampai syariat Allah swt. dan akidah tauhid. Guru adalah pewaris tugas nabi dalam menyampaikan dakwah dan akidah Islam, terlebih lagi jika sang guru telah dibekali dengan ilmu-ilmu syariat. Rasulullah saw. Bersabda yang Terjemahnya: Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris tugas para nabi.
Ilmu ini akan diemban oleh orang-orang yang adil dari orang-orang yang datang kemudian.
Oleh karena itu, guru wajib menunaikan aktifitas dakwah sebagaimana Rasulullah saw. dan para sahabatnya yang telah berjuang dan berkorban karena mengemban amanat ini dan menyampaikan dakwah kepada seluruh manusia. Jadi, guru pendidikan Islam dalam kafasitasnya sebagai pegemban dakwah, seharusnya ia memilki sifat dan karakter seorang da’i, yaitu: sabar, bijaksanana, ikhlas dan inovatif dalam bekerja, serta menyandarkan seluruh urusannya hanya kepada Allah swt. Dalam hal tersebut, maka sangat pantas untuk menjadikan Rasulullah saw. sebagai contoh dan panutan. Allah swt. berfirman dalam QS. al-A¥z±b (33): 21,
                 
Artinya : “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”
Ayat tersebut seharusnya dijadikan barometer bagi seorang da’i agar menjadikan Rasulullah saw. sebagai imam, pembimbing, petunjuk, dan menjadikan sirah nabi sebagai obor penerang dalam menunaikan tugas dakwah, dan mewarisi ilmu syariat, akhlak Islam dan didikan al-Qur’an dari Rasulullah saw., sehingga seorang guru benar-benar menjadi cermin yang bersih yang memantulakn cahaya dari pribadi Rasulullah saw., untuk kemudian diterapkan pada ummat dan masyarakat.
Seorang guru dalam kafasitasnya sebagai da’i, tidak boleh memaksakan dakwah ini kepada manusia, karena hidayah atau petunjuk Allah swt. mutlak milik Allah swt., ia hanya diperintahkan untuk menyampaikan dan menjelaskan kepada mereka. Seorang guru harus bersabar dengan profesinya, ia tidak boleh putus asa, terlebih lagi ketika menghdapai pembangkangan, kedurhakaan, intimidasi, tekanan, ancaman dan siksaan. Dengan bersabar, kemenangan dan kesusksesan akan tercapai. Hal ini adalah perilaku Rasulullah saw. yang diperintahkan Allah swt. kepadanya.
Pembangkangan, kedurhakaan, intimidasi, tekanan, ancaman dan siksaan adalah sunnatullah yang mesti terjadi pada pelaku dakwah dan perbaikan dalam masyarakat. Semuanya adalah ujian dan cobaan yang diberikan kepada mereka untuk menguji sejauh mana keimanan dan kekokohan akidah dan prinsip mereka, elain itu, untik mengangkat derajat mereka di sisi Allah swt. di akhirat kelak dan agar menjadi contoh bagi pelaku dakwah yang datang kemudian.
Dua puluh tiga tahun Rasulullah saw. mendakwahkan syariat Allah swt., dan selama masa itu beliau saw. bersabar dengan segala pembangkangan, kedurhakaan, intimidasi, tekanan, ancaman dan siksaan manusia yang ingkar kepada Allah swt.
2. Guru pendidikan Islam adalah pelaku akidah Islam
Seorang guru pendidikan Islam semestinya menjadi contoh orang yang berpegang teguh kepada akidahnya yang teraplikasi dalam akhlak, cara perbikir dan perilakunya. dia harus menjadi contoh yang baik dan panutan yang terpuji bagi murid dan masyarakatnya di sekolah, masjid dan masyarakat umum.
Seorang guru adalah orang pertama yang harus menerapkan akidah, syariat dan akhlak yang diyakininya sebelum mendakwahkanya kepada orang lain di masyarakat, masjid dan sekolah, supaya ajakan dan dakwahnya mendapatkan respon positif dari masyarakatnya. Betapa buruknya seorang guru dalam kafasitasnya sebagai da’i menyeru orang lain unrtuk menrpakan Islam secara kaffah, sementara dia sendiri jauh dan membenci ajaran Islam.
Dengan demikian, jika seorang guru pendidikan Islam menginginkan semua usaha, upaya, program dan cita-citanya dapat terwujud dengan mudah dan diberkahi, maka seharusnya ia sendiri yang pertama dan utama komitmen dan berpegang teguh dengan ajaran Islam itu sendiri dan ikhlas melakukannya, karena sebuah nasehat akan tertancap di hati, bila benar-benar keluar dan memancar dari hati dan praktik.
D. Tanggung Jawab Seorang Guru Pendidikan Islam
Seorang guru pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab dalam menyampaikan akidah, syariat dan akhlak Islam sebagaimana ia adanya, tanpa dilebih-lebihkan atau dikurangi; risalah Islam itu wajib ditunaikan dalam formatnya yang asli sebagaimana diterima dari generasi ke generasi hingga sampai pada masa Rasulullah saw.
Perkara ummat ini adalah tanggung jawab seorang guru pendidikan Islam, terlebih lagi kondisi ummat yang menghadapi berbagai macam bentuk pemikiran dan aliran destruktif, sistem dan gelombang yang mengingkari Allah swt., sehingga dengan demikian di pundaknya seluruh tanggung jawab, perbaikan, pertahanan, arahan dan nasehat yang bikasana kepada murid dan masyarakatnya.
Tanggung jawab ilmu dan yang membawanya sangat besar dan begitu agung, oleh karena itu siapapun yang menyembunyikannya atau teledor untuk menunaikan dan menyampaikannya kepada manusia, akan mendapatkan sanksi yang besar dan pedih dari Allah swt., seperti yang disampaikan-Nya dalam QS. al-Baqarah (2): 159,
•           •• ••         
Artinya :” Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati.…
E. Guru Menurut Para Filosof Muslim
1. Guru Menurut Ibn Miskawaih
Pendidik dalam hal ini guru, instruktur, ustadz atau dosen memegang peranan penting dalam keberlangsungan kegiatan pengajaran dan pendidikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Guru menurut Ibn Miskawaih dianggap lebih berperan dalam mendidik kejiwaan muridnya dalam rangka mencapai kebahagiaan sejati. Guru berfungsi sebagai orang tua atau bapak ruhani, orang yang dimuliakan dan kebaikan yang diberikan adalah kebaikan Ilahi. Selain itu karena guru berperan membawa anak didik kepada kearifan, mengisi jiwa anak didik dengan kebijaksanaan yang tinggi dan menunjukkan kepada mereka kehidupan abadi dan dalam kenikmatan yang abadi pula. Menurutnya, tidak semua mampu menduduki derajat seperti itu.
Pendidik sejati yang dimaksudkan Ibn Miskawaih adalah manusia ideal seperti yang terdapat pada konsepsinya tentang manusia yang ideal. Hal demikian terlihat jelas karena ia mensejajarkan posisi mereka sama dengan posisi nabi, terutama dalam hal cinta kasih. Cinta kasih anak didik terhadap pendidiknya menempati urutan kedua setelah cinta kasih kepada Allah.
Dari pandangan demikian itu, dapat diambil suatu pemahaman bahwa guru yang tidak mencapai derajat seperti yang dimaksudkan di atas dinilai sama oleh Ibn Miskawaih dengan seorang teman atau saudara, karena dari mereka itu dapat juga diperoleh ilmu dan adab.
Guru biasa menurut Ibn Miskawaih tersebut bukan dalam arti sekedar guru formal karena jabatan. Menurutnya, guru memiliki persyaratan antara lain : bisa dipercaya, pandai, dicintai, sejarah hidupnya jelas tidak tercemar di masyarakat. Disamping itu, ia hendaknya menjadi cermin atau panutan dan bahkan harus lebih mulia dari orang yang dididiknya.


2. Guru Menurut Ibnu Sina
Menurut Ibnu Sina Guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, bersih dan suci murni.
Selain lebih mengutamakan guru pria daripada guru wanita, ia juga mensyaratkan guru yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam membimbing anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri. Selain itu guru juga harus mengutamakan kepentingan ummat daripada kepentingan diri sendiri, menjauhkan diri dari meniru sifat raja dan orang-orang yang berakhlak rendah, mengetahui etika dalam majelis ilmu, sopan dan santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.
Dalam pendapatnya itu, Ibnu Sina selain menekankan unsur kompetensi atau kecakapan dalam mengajar, juga berkperibadian yang baik. Dengan kompetensi itu, seorang guru akan dapat mencerdaskan anak didiknya.dengan berbagai pengetahuan yang diajarkannya, dan dengan akhlak ia akan dapat membina mental dan akhlak anak.
Guru seperti itu, tampaknya diangkat dari sifat dan kepribadian yang terdapat pada diri Ibnu Sina sendiri, yang selain memiliki kompetensi akhlak yag baik, juga memiliki kecerdasan dan keluasan ilmu.
3. Guru Menurut al-Ghazali
Sedang menurut al-Ghazali, guru yang dapat diserahi tugas mengajar adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak murid-muridnya. Selain sifat-sifat umum tersebut diatas, juga terdapat beberapa sifat khusus :
a. Rasa kasih sayang yang akan berujung menciptakan situasi yang kondusif.
b. Mengajar harus dipamahi sebagai akifitas mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini akan berujung pada keikhlasan, tidak mengharap apapun dari manusia.
c. Selain mengajar juga berfungsi sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar dihadapan muridnya serta tidak melibatkan diri dalam persoalan yang bisa mengalihkan konsentrasinya sebagai guru.
d. Dalam mengajar hendaknya digunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya. Semua sikap ini akan mempunyai dampak bagi psikis siswa.
e. Tampil sebagai teladan bagi muridnya, bersikap toleran, menghargai kemampuan orang lain, tidak mencela ilmu lain.
f. Mengakui adanya perbedaan potensi yang dimilki murid-muridnya secara individu dan memperlakukan murid sesuai dengan potensi masing-masing.
Tentang potensi individu ini Sa’di mengungkapkan bahwa Bilamana kemampuan bawaan sejak lahir baik, maka pendidikan akan memberikan suatu pengaruh. Tetapi tidak ada penggosok yang mampu mengkilakan terhadap sifat (watak) buruk yang keras. Jika Anda memandikan anjing ke dalam tujuh lautan, maka Anda tidak dapat merubah sifat alamiahnya, dan jika Anda membawa keledai Yesus (Isa al-Masih) ke Mekkah, maka sekembalinya dari Mekkah ia tetap seekor keledai.
Dikisahkan pula, seorang raja menyerahkan anak laki-lakinya kepada seorang guru dan berkata kepadanya, “Didiklah ia sebagaimana engkau mendidik anakmu sendiri.” Setelah beberapa tahun menjalani pendidikan, sang pangeran tidak mengalami kemajuan sementara anak sang guru, prestasi dan pengetahuannya mengungguli anak raja. Sang raja menyalahkan guru dan menuduhnya tidak berbuat adil dalam mengajar, kemudian sang guru menjawab: “Yang mulia, saya telah mengajar dengan adil dalam semua hal, tetapi setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Meskipun perak dan emas berasal dari saripati batuan, tetapi tidak semua batu mengandung emas dan perak.
g. Juga memahami bakat, tabi’at dan kejiwan muridnya sesuai dengan tingkat usia.
h. Bepegang teguh pada apa yang diucapkannya, serta berusaha untuk merealisasikannya.
Dari delapan sifat guru diatas, tampak bahwa sebagiannya masih ada yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru yang mengajarkan pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan dan kemampuan intelektual para siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang tetap sejalan dengan masa sekarang.









BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Beban yang dipikul oleh guru pendidikan Islam di pundaknya sangat berat dan tugas yang akan dilaksanakannya membutuhkan tanggung jawab yang besar di hadapan Allah swt.
Guru pendidikan Islam bukan hanya mengajarkan ilmu dan mencetak intelektual, serta membentuk kemahiran ilmiah dalam jiwa murid, akan tetapi lebih dari itu, ia juga menanamkan akidah Islam, mengajarkan akhlak dan memperaktekkan akhlak.
Peran guru pendididkan Islam tidak hanya terbatas di kelas dan sekolah sebagaimana guru lain pada materi pelajarannya masing, akan tetapi perannya juga harus terlihat di luar sekolah, masjid, rumah dan masyarakat secara umum. Oleh karena itu, ia harus memperlihatkan perilaku yang Islam agar dapat digugu dan ditiru, baik oleh muridnya, maupun orang lain, karena di samping dia sebagai guru, sesungguhnya dia juga seorang da’i yang menyeru manusia untuk berperilaku secara islami dalam seluruh lini kehidupan.






DAFTAR PUSTAKA

 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2003)
 Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din ; Kitab al-Ilm.
 Ali Syariati, Tugas Cendekiawan Muslim, (Jakarta, Srigunting, 1995).
 Ada al-‘Alim wa al-Muta’alim, (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiah, tt.)
 Ibn Sina, Al-Siyasah fi al-Tarbiyah, (Mesir, Majalah al-Masyrik, 1906)
 Ahmad Fu’ad. al-Tarbiyyah fi al-Islam aw al-Ta’lim fi Ra’y al-Q±abiso. al-Qahirah: , 1955.
 Al-Jawziyyah, Ibn Qayyim. Raw«at al-Mu¥ibbin wa Nuzhat al-Musytaqin. Cet. Dimasyq: Dar al-Bayan, 2000.
 Al-Mawd¬di, Ab¬ al-A’la. Ta©kiat Du’at al-Islam. Cet. I; Dar al-‘Arabiyyah li al-iba’ah wa al-Nasyr, 1974.
 Qutb, Muhammad. Manhaj al-Tarbiyyah al-Islamiyyah. Cet. II; al-Qahirah: Dar al-Qalam, t.t.
 Al-alib, Al-Imam ’Ali Ibn Abi. Nahj al-Balaghah. al-Maktabah al-Tijariyyah al-Kubra, t.t.
 Al-Tabarani, Sulayman Ibn Ahmad Ibn Ayy¬b Ab¬ al-Qasim. Musnad al-Syamiyin. Cet. alBayr¬t: Mu’assasah al-Risalah, 1984.